Nasional

Lagi, Kejati Sulteng Terapkan Keadilan Restoratif Atas Perkara Pidana Ringan

ADHYAKSAdigital.com –Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Zullikar Tanjung, S.H., M.H kembali menunjukkan dedikasi terhadap penegakan hukum yang humanis dan berkeadilan dengan memimpin langsung ekspose penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif didampingi Aspidum Kejati Sulteng dan Kajari Sigi.

Gelar perkara pengajuan penghentian penuntutan dilaksanakan secara virtual bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Asep Nana Mulyana beserta jajaran, Rabu 9 Juli 2025.

Dalam ekspose tersebut, perkara yang diusulkan penghentian penuntutannya berasal dari Kejaksaan Negeri Sigi, dengan tersangka Mohamad Zakir alias Papa Ainun dan Dita Auditya alias Dita, yang merupakan pasangan suami istri, melanggar Pasal 170 Ayat (2) ke-1 KUHP atau pasal 351 Ayat (1) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Adapun korban dalam perkara ini adalah Veni Oktaviani alias Mama Kirana, seorang bidan yang bertempat tinggal di lingkungan yang sama dengan para tersangka. Peristiwa terjadi pada malam hari tanggal 22 Maret 2025 di Desa Soulowe, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi.

Tersangka Dita merasa tersinggung setelah mendengar laporan dari anaknya bahwa korban bersama teman-temannya diduga mengejek saat ia melintas di lapangan sepak bola. Merasa harga dirinya dilukai, Dita dan suaminya, Zakir, kemudian menunggu korban di depan rumah dan melakukan kekerasan fisik saat korban melintas, mengakibatkan luka memar dan lecet pada tubuh korban.

Meski demikian, proses hukum tidak berhenti pada aspek represif semata. Berdasarkan pendekatan keadilan restoratif, Jaksa Penuntut Umum Kejari Sigi melakukan langkah fasilitatif dengan mempertemukan para pihak dalam suasana musyawarah yang konstruktif.

Permohonan penghentian penuntutan kemudian diajukan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dan telah mendapat persetujuan, setelah mempertimbangkan bahwa kedua tersangka belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya, menyesali perbuatannya.

Memiliki tanggungan keluarga dengan tiga anak yang masih bersekolah, korban tidak mengalami gangguan permanen dan para tersangka telah memohon maaf kepada korban dan korban memaafkan para tersangka secara sukarela. Selain itu, biaya pengobatan korban ditanggung oleh BPJS, kerugian materiil telah dipulihkan, dan masyarakat sekitar turut mendukung penyelesaian damai demi menjaga harmoni lingkungan.

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah kembali menunjukkan bahwa penegakan hukum yang ideal bukan hanya sekadar memenjarakan, tetapi juga memberi ruang bagi penyelesaian yang bermartabat, edukatif, dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan.

“Dalam konteks tersebut, keadilan restoratif menjadi wajah baru penegakan hukum yang lebih berempati, mendorong tanggung jawab sosial, serta menjawab harapan masyarakat untuk hidup damai dan harmonis,” ujar Pelaksana Tugas Kajati Sulteng, Zullikar Tanjung. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button