Kejati Bengkulu Tahan AK Mantan Walikota Bengkulu Terkait Dugaan Korupsi Mega Mall

ADHYAKSAdigital.com — Kejaksaan Tinggi Bengkulu, lewat penyidik Asisten Pidana Khusus melakukan penahanan terhadap Ahmad Kanedi, mantan Walikota Bengkulu periode 2007-2012, atas dugaan korupsi Pasar Tradisional Moderen dan Mega Malla Bengkulu, Kamis 22 Mei 2025.
Ahmad Kanedi langsung ditahan dan ditipkan di Rutan Kelas II B Bengkulu selama 20 hari kedepan guna mempermudah proses hukum selanjutnya dengan dikawal ketat oleh Polisi Militer dari Detasemen Polisi Militer (Denpom) II/1 Bengkulu.
Ketua Tim Penyidikan Andri Kurniawan, SH.MH didampingi Asintel Kejati Bengkulu, Dr. David Palapa Duarsa, SH.MH, Aspidsus Suwarsono, Kasi Penkum Ristianti Andriani, SH.MH menjelaskan, penetapan Ahmad Kanedi sebagai tersangka dalam kasus ini, notabenenya sebagai Wali Kota Bengkulu periode 2007-2012.
Sebelum ditetapkan tersangka, Ahmad Kanedi sempat menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Gedung Pidsus Kejati Bengkulu. “Penetapan tersangka berdasarkan hasil ekpos. Dan dua alat bukti yang cukup. Sehingga statusnya ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka,” jelas Andri.
Penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap pusat perbelanjaan itu terkait penyidikan dugaan bocornya PAD, Kota Bengkulu atas berdirinya Pasar Tradisional Modern (PTM) Mega Mal di atas tanah milik Pemkot Bengkulu.
Aspidsus Kejati Bengkulu Suwarsono mengatakan, penyitaan aset pusat perbelanjaan itu tidak akan menggangu aktivitas penyewa dan pengunjung serta aktivitas komersil tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Andri, yang juga Asisten Pengawasan Kejati Bengkulu ini membeberkan dugaan perbuatan melawan hukum dugaan korupsi ini terjadi sejak tahun 2004 silam. Saat itu lahan Mega Mall yang merupakan aset Pemkot Bengkulu statusnya Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pemerintah Daerah Kota Bengkulu.
Seiring berjalannya waktu, lahan yang awalnya HPL tersebut diduga tiba-tiba berubah status menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan terpecah menjadi dua buah SHGB. Dua SHGB itu yakni di lahan Mega Mall dan lahan pasar.
Kemudian, setelah berstatus SHGB, lahan itu oleh pihak Manajemen PTM diagunkan untuk pinjaman di Bank. Seiring berjalannya waktu, pihak Mega Mall diduga tidak mampu membayar hutang ke bank tersebut.
Akibat tak mampu membayar, pihak Mega Mall diduga mengagunkan lagi ke Bank lain untuk menutup hutang dari bank sebelumnya. Lantaran diduga juga tak mampu membayar hutang dari bank kedua, diduga lahan milik Pemda tersebut statusnya dialihkan kemudian dijadikan jaminan untuk pinjaman ke pihak lain guna menutupi hutang sebelumnya yang telah menumpuk.
Ironisnya, lahan tersebut terancam hilang jika dugaan melawan hukum yang merugikan negara tersebut tidak dibongkar Kejati Bengkulu. Pasalnya, jika pinjaman ketiga kepada pihak lain tak juga dibayar pihak PTM, maka terindikasi lahan Pemda akan disita oleh pihak pemberi pinjaman ketiga.
Tidak sampai disitu, parahnya lagi, sejak PTM berdiri, tidak ada kontribusi yang diberikan kepada Pemda, karena sejak pertama berdiri, pihak PTM tidak pernah membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) ke Pemda sehingga diduga menimbulkan kerugian keuangan negara puluhan miliar rupiah. (Felix Sidabutar)