NasionalOpini

Mencermati Putusan Lepas Korupsi Berbau Suap

Oleh : Dr. Erianto, S.H., M.H

ADYAKSAdigital.com — Pada 19 Maret 2025 lalu majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pusat telah menjatuhkan vonis lepas demi hukum (ontslag van alle recht vervolging) kepada para terdakwa korporasi yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) bulan Januari sampai Maret 2022.

Perkara yang disidangkan terbagi lalu dalam dua perkara yaitu pertama Nomor 39/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt Pst dengan para terdakwa korporasi PT. Nagamas Palmoil Lestari, PT. Pelita, Agung Agrindustri, PT. Nubika Jaya, PT. Permata Hijau Palm Oleo dan PT. Permata Hijau Sawit.

Perkara kedua Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt Pst dengan para terdakwa korporasi PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati Indonesia dimana keseluruhan korporasi yang tergabung dalam Permata Hijau Group, PT Wilmar Group dan PT Musim Mas Grup. Kedua kasus diatas disidangkan oleh majelis hakim yang sama dan pengacara yang sama dari Kantor Hukum LKBH Mitra Justitia.

Putusan lepas dimaksud akhirnya berujung panjang setelah Kejaksaan Agung selaku pemilik perkara merasa ada keganjilan dalam putusan sehingga mencoba menyelidiki. Dan akhirnya menemukan ada terjadi suap menyuap atau gratifikasi kepada hakim yang menyidangkan kedua perkara dimaksud senilai 60 Miliar sehingga akhirnya menetapkan empat hakim inisial MAN Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sekaligus mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemudian hakim DUM, ASB dan AM selaku majelis yang menyidangkan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO), WG Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan dua orang pengacara inisial MS dan AR sehingga semua sementara terdapat tujuh orang tersangka yang tidak menutup kemungkinan akan bertambah.

Terungkapnya praktek suap menyuap kepada hakim ini telah memperburuk citra penegakan hukum korupsi di Indonesia sekaligus menambah deretan kekecewaan publik kepada pengadilan setelah maraknya diskon putusan beberapa kasus korupsi yang dituntut JPU termasuk kasus korupsi tata kelola timah dan lainnya. Rentetan ini kontradiktif dengan semangat kejaksaan terus gencar mengungkap perkara korupsi skala besar.

Dalam perkara Nomor 39/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt Pst Penuntut Umum berpendapat perbuatan para terdakwa korporasi dalam korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil CPO telah menyebabkan terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp186.430.960.865,26 (seratus delapan puluh enam miliar empat ratus tiga puluh juta sembilan ratus enam puluh ribu delapan ratus enam puluh lima rupiah dua puluh enam sen) berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP Nomor: PE.03/SR–511/D5/01/2022 tanggal 18 Juli 2022 yang merupakan realisasi penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Tambahan Khusus Minyak Goreng yang sudah diterima Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Kerugian keuangan negara tersebut sebagai akibat langsung dari terjadinya penyimpangan dalam bentuk penyalahgunaan fasilitas Persetujuan Ekspor (PE) produk Crude Palm Oil dan turunannya dengan memanipulasi pemenuhan persyaratan Domestic Market Obligation (DMO)/Domestic Price Obligation (DPO), sebagai akibat dari tidak disalurkannya Domestic Market Obligation (DMO) dan negera harus mengeluarkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen.

Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam bentuk penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Tambahan Khusus Minyak Goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng dan merugikan sektor usaha dan rumah tangga.

Sementara majelis hakim mengakui para terdakwa korporasi telah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana didasarkan pertimbangan.

Pertama, Perbuatan para terdakwa sangat erat hubungannya dengan pelaksanaan kebijakan Kementerian Perdagangan RI terkait dengan tata kelola minyak goreng dan sudah memasuki kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah di sengketakan oleh para terdakwa dengan Menteri Perdagangan RI dan telah diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 473/G/TF/2023/PTUN JKT tertanggal 5 Maret 2024.

Kedua, perbuatan para terdakwa sangat erat hubungannya dengan perselisihan perdata dan tuntutan ganti kerugian yang sudah memasuki kewenangan Peradilan Umum sebagaimana telah di sengketakan oleh para terdakwa dengan Menteri Perdagangan RI dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 230/PDT.G/2024/PN Jkt Pst tertanggal 17 Desember 2024 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 163/PDT/2025/PT DKI tanggal 17 Pebruari 2025.

Ketiga, kerugian keuangan negara terkait perkara pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada Industri kelapa sawit dalam kurun waktu antara bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Maret 2022 masih belum nyata dan pasti.

Dalam kasus kedua perkara Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt Pst Penuntut umum menyatakan telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.658.195.109.817,11 sesuai perhitungan BPKP Nomor : PE.03/SR- 511/D5/01/2022 tanggal 18 Juli 2022 dan kerugian sektor usaha dan rumah tangga sebesar Rp8.528.936.810.738,00 (delapan triliun lima ratus dua puluh delapan miliar sembilan ratus tiga puluh enam juta delapan ratus sepuluh ribu tujuh ratus tiga puluh delapan rupiah) sebagaimana Laporan Kajian Analisa Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara Akibat Korupsi di Sektor Minyak Goreng dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada.

Dalam perkara kedua dengan susunan majelis hakim yang sama dengan perkara Nomor 39/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Jkt Pst, pertimbangan majelis bahwa para terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana didasarkan kepada tiga buah pertimbangan majelis hakim diatas juga.

Sekilas pertimbangan majelis hakim dalam kedua kasus dimaksud dengan alasan hukum putusan lepas yang dijatuhkan merupakan hal wajar terjadi di dunia peradilan yang merupakan wujud independensi hakim dalam menilai suatu kasus dan pihak yang tidak sependapat masih ada sarana untuk menguji pada tingkat pengadilan lebih tinggi yang dibenarkan Undang-Undang.

Menjadi persoalan dan pertanyaan adalah ketika adanya terjadi suap menyuap atau gratifikasi dengan nilai fantastis 60 miliar sebagaimana yang diungkap kejaksaan tentu independensi, objektifitas dan pertimbangan hukum yang dibuat oleh majelis hakim akan dipertanyakan banyak pihak dan sangat mustahil merupakan putusan murni dari sisi hukum.

Putusan Lepas Dalam Praktek Perkara Korupsi

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum memang dimungkinkan dalam KUHAP sesuai pasal 191 yang terjadi apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana.

Bahkan jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan terdakwa wajib diputus bebas. Sementara itu sesuai Pasal 193 KUHAP pidana baru dapat dijatuhkan jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

Beberapa praktek kasus korupsi yang diputus lepas ditingkat pertama atau banding namun dinyatakan bersalah di tingkat Mahkamah Agung antara lain;
Pertama, Kasus tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit oleh BJB Syariah dalam pembiayaan pembelian kios oleh 161 End User melalui PT HSK pada Garut Super Blok kepada BJB Syariah sebanyak empat kali pada tahun 2014 s/d 2015 dengan kerugian sebesar Rp. 566.448.200.000,-.

Pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Bandung majelis hakim menyatakan semua terdakwa dari jajaran direksi, kepala divisi kepala cabang termasuk pihak swasta penerima kredit terbukti bersalah namun di tingkat banding khusus untuk terdakwa swasta AW majelis hakim melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum dengan alasan antara lain pembiayaan didasarkan kepada perjanjian sehingga masuk ranah perdata sesuai pasal 1320 KUHPerdata.

Pertimbangan majelis ini dibatalkan di tingkat kasasi karena sesuai memori kasasi penuntut umum dan berkas perkara selama persidangan ternyata majelis tingkat banding hanya mengutip keterangan yang menguntungkan terdakwa saja tanpa melihat secara keseluruhan, melihat perjanjian sebagai patokan utama padahal perjanjian dibuat hanya sebagai sarana melakukan kejahatan saja karena dibuat bertentangan dengan ketentuan pembiayaan, kelengkapan formil yang isi dan data palsu sehingga kesimpulannya berbeda.

Akhirnya dalam Putusan Tingkat Kasasi oleh Mahkamah Agung Nomor; 1399 K/Pid.Sus/2020 Tanggal 27 Juni 2022 terdakwa dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan penuntut umum dengan hukuman 15 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp548.259.832.594,00 subsidair 15 Tahun melebihi tuntutan penuntut umum.

Kedua, kasus anjak Piutang oleh terpidana EWK selaku direktur PT. KII kepada PT PANN Persero yang merugikan keuangan negara sebesar Rp.55.058.412.928,00. Majelis tingkat pertama Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat berpendapat perbuatan terdakwa bukan merupakan perbuatan pidana tetapi perbuatan perdata sehingga terdakwa harus lepas dari segala tuntutan hukum.

Dalam memori kasasi penuntut umum yang diambil alih oleh majelis hatkim tingkat kasasi, majelis hakim pertama telah membuat pertimbangan sendiri dengan mengambil pertimbangan yang menguntungkan terdakwa saja dan mengenyampingkan fakta-fakta yang muncul dari alat bukti keterangan saksi saksi, ahli, surat, keterangan terdakwa serta barang bukti yang diperlihatkan dipersidangan yang semuanya secara jelas tertuang dalam bagian awal putusan yang menjadi pertimbangan judex facti sementara alat bukti yang memberatkan tidak dijadikan dalam pertimbangan hakim.

Begitu juga majelis judex facti malah tidak menjadikan ketentuan yang berlaku dan mengikat kegiatan anjak piutang di internal PT PANN selaku BUMN sebagai salah satu alasan dalam memberikan analisa unsur melawan hukum dalam putusan. Akhirnya Putusan Tingkat Kasasi oleh Mahkamah Agung Nomor : 1542 K/Pid.Sus/2020 Tanggal 22 Juli 2021 menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan penuntut umum dengan hukuman 10 tahun penjara.

Sebagai catatan dari kedua kasus yang sempat lepas di tingkat pertama maupun tingkat banding ini termasuk kasus lainnya yang berujung lepas, sementara satu sisi pembuktian kuat dimiliki JPU biasanya dari sejak persidangan sudah terlihat gelagat tidak baik dari majelis hakim dan pengacara yang terbaca dari cara dan materi pertanyaan kepada saksi apalagi saat pemeriksaan saksi atau ahli a de charge dan indikasi kuat adanya permainan yang tidak baik dibelakang sebuah putusan.

Mudah mudahan tindakan kejaksaan mengungkap suap dalam proses peradilan korupsi ini menjadi langkah positif agar penegakan hukum di Indonesia lebih baik. Wassalam. ***

Penulis adalah Atase Kejaksaan RI di Riyadh Saudi Arabia

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button