HukumNasional

JAM Pidum Siapkan Jaksa Ahli Tangani Perkara Pidana Kripto

ADHYAKSAdigital.com –Kejaksaan Republik Indonesia lewat Jaksa Agung Muda Pidana Umum bergerak cepat merespon perkembangan penggunaan teknologi maupun digitalisasi internet dalam tindak pidana, khususnya penanganan aset kripto sebagai barang bukti tindak pidana.

Bertempat di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung, Ragunan, Jakarta, Senin 3 Februari 2025, Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, SH. M.Hum membuka secara resmi pelatihan Capacity Building dan Sertifikasi Penanganan Perkara Aset Kripto.

Pelatihan ini dilakukan dalam mempersiapkan jaksa ahli dalam penanganan tindak pidana berbasis teknologi, JAM Pidum merekrut sejumlah jaksa-jaksa terpilih dari sejumlah satuan kerja Kejaksaan RI di daerah. Jaksa yang dinyatakan lulus berhak memperoleh sertifikasi keahlian dalam penanganan pidana aset kripto sebagai barang bukti tindak pidana.

Maka dari itu, kegiatan Capacity Building dan Sertifikasi Penanganan Perkara Aset Kripto ini bertujuan untuk membekali para Jaksa dengan pemahaman dan keahlian mendalam tentang ekosistem blockchain, cara kerja aset kripto, dan pola kejahatan yang semakin bervariasi.
Diklat ini dirancang untuk membekali para Jaksa dengan pemahaman mendalam seputar mekanisme teknologi blockchain, seluk-beluk transaksi aset kripto, dan pola-pola kejahatan kripto yang kian berkembang. Nantinya, para peserta akan dilatih menggunakan tools analisis blockchain, mempelajari metode tracking aliran dana ilegal. Diklat ini akan dilaksanakan dalam dua tahap yaitu:

“Perlu saya sampaikan juga bahwa diklat ini tidak hanya memperlengkapi para peserta dengan pengetahuan dan praktik, tetapi juga akan memberikan sertifikasi keahlian bagi setiap individu yang mampu lulus pada tes di setiap materi diklat. Sertifikasi kompetensi ini diakui secara internasional dan akan membuka pintu kerjasama penegakan hukum lintas negara di sektor blockchain dan kripto,” ujar JAM Pidum Asep Nana Mulyana.

JAM Pidum menuturkan, dalam beberapa tahun terakhir, kita telah menyaksikan kemunculan berbagai inovasi teknologi keuangan berbasis blockchain dan aset kripto. Perkembangan ini telah menciptakan peluang ekonomi baru yang cukup besar, namun pada saat yang sama juga menghadirkan tantangan serius dalam penegakan hukum.

Berdasarkan laporan internasional, Indonesia saat ini menempati peringkat ketiga dalam Indeks Adopsi Kripto Global 2024, dengan total nilai transaksi mencapai 157,1 miliar dolar AS. Angka ini memunculkan dua sisi mata uang: di satu sisi, menandakan bahwa masyarakat kita kian terbuka terhadap inovasi digital, sementara di sisi lain, kita juga dihadapkan pada risiko penyalahgunaan teknologi ini untuk berbagai tindak kejahatan.

“Kita tidak dapat menutup mata terhadap maraknya kejahatan yang memanfaatkan teknologi blockchain. Menurut data Chainalysis tahun 2024, terjadi lonjakan sebesar 45% pada serangan ransomware yang menyasar berbagai sektor strategis, termasuk keuangan, kesehatan, dan pelayanan publik,” ujar JAM Pidum.

Selain itu, tercatat lebih dari 22,2 miliar dolar AS dana ilegal mengalir melalui ekosistem kripto, menunjukkan bahwa aset kripto sudah menjadi cara bagi para pelaku kejahatan transnasional untuk melakukan pencucian uang, pendanaan terorisme, penipuan investasi, modus kejahatan lain termasuk judi online.

Beberapa kasus penipuan investasi berbasis kripto telah menyebabkan kerugian hingga Rp 1,3 triliun hanya dalam kurun waktu setahun. Para pelaku semakin mahir memanfaatkan perangkat digital seperti mixer dan tumbler untuk mengaburkan jejak transaksi, serta menggunakan cross-chain bridging guna memindahkan aset antar blockchain tanpa terdeteksi. Situasi kian rumit karena semakin banyak orang menggunakan dompet anonim dan platform peer-to-peer tanpa prosedur know your customer (KYC) yang memadai.

Dalam menghadapi realitas ini, tidaklah cukup bagi kita untuk bertumpu pada metode konvensional dalam menangani perkara pidana terkait aset kripto. Teknologi blockchain terus berkembang, dan para pelaku kejahatan senantiasa beradaptasi untuk menyembunyikan jejak mereka.

Oleh karena itu, Kejaksaan membutuhkan kapasitas teknis dan kompetensi khusus untuk memahami mekanisme transaksi digital, memanfaatkan tools analisis blockchain, serta menelusuri aliran dana di berbagai yurisdiksi yang berbeda,” tandas Asep Nana Mulyana.

JAM Pidum Asep Nana Mulyana menyampaikan, setiap pembelajaran dan praktik akan diikuti dengan ujian sertifikasi yang diselenggarakan secara daring melalui perangkat masing-masing peserta dengan difasilitasi langsung oleh instruktur Chainalysis.

“Dengan sertifikasi ini, kompetensi kalian akan diakui secara global, membuka jalur kerjasama lebih luas dengan institusi internasional seperti UNODC, Stolen Asset Recovery Initiative (STAR) World Bank, hingga Financial Action Task Force (FATF),” ujarnya. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button