Nasional

Salah Paham Memantik Emosi

ADHYAKSAdigital.com –Penegakan hukum humanis Kejaksaan Negeri Pohuwato, Gorontalo dalam penerapan Keadilan Restoratif untuk penghentian penuntutan pekara pidana ringan patut diapresiasi. Dr. Arjuna Meghanada Wiritanaya, SH.MH mampu mengimplementasikan penegakan hukum humanis dalam penanganan perkara pidana ringan.

Hati nurani Arjuna, selaku Kepala Kejaksaan Negeri Pohuwato berbicara kala mendapati pelimpahan berkas perkara pidana penganiayaan anak dibawah umur dari penyidik Kepolisian.Hati nurani Arjuna membebaskan Arifin Samarang (22) dari ancaman pidana. Kok bisa? Arifin Samarang, warga Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia bebas dari ancaman pindana penjara. Pria lajang ini harus berurusan dengan aparat penegak hukum setempat karena disangkakan melakukan tindak pidana penganiayaan.

Kala itu, akhir Maret 2024 lalu, Arifin Samarang tersulut emosi terhadap korban anak, atas nama Riski Pramono (17), dilatarbelakangi tegur sapa yang kurang berkenan, adanya kesalah pahaman, memantik ketersinggungan. Arifin Samarang memukul kepala dan menendang tubuh Riski Pramono secara membabi buta.
Nahas! Peristiwa hari itu rupanya diadukan korban kepada saudara laki-lakinya. Dengan ditemani saudara laki-laki, mereka beranjak ke Kantor Kepolisian setempat. Arifin Samarang dilaporkan atas dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap korban anak dibawah umur atas nama Riski Pramono.

Arifin Samarang pun diproses hukum. Pri lajang ini dijadikan tersangka atas dugaan tindak pidana penganiayaan. Mahasiswa ini dikenakan melanggar Pasal 80 UU No 17 Tahun 2016, Jo UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 351 KUPidana.

Seiring waktu, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, proses hukum perkara ini dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Pohuwato. Namun, Kejaksaan Negeri Pohuwato melakukan upaya perdamaian bagi kedua orang yang berperkara itu. Hati nurani Arjuna berbicara kala mendapati pelimpahan berkas perkara pidana ringan dari penyidik Kepolisian setempat.
Kajari Pohuwato Arjuna bersama jajaran Pidana Umum Kejari Pohuwato menjadi juru damai antara tersangka dan korban. Pelaku mengakui kesalahannya dan berjanji untuk memperbaiki diri menjadi lebih sabar dan baik. Korban menerima maaf pelaku.

Atas terwujudnya kesepakatan perdamaian antara korban dengan tersangka, Kejari Pohuwato lantas mengusulkan penerapan Keadilan Restoratif dalam upaya penghentian penuntutan penanganan perkara ini ke Jaksa Agung melalui Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo.

Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung, Prof. Asep Nana Mulyana atas nama Jaksa Agung ST Burhanuddin menyetujui usulan penghentian penuntutan yang diajukan Kejari Pohuwato atas penanganan perkara pidana ringan ini.

“Dalam gelar perkara pekan lalu, JAM Pidum Asep Nana Mulyana menyetujui usulan kita. Perkara ini dihentikan penuntutannya. JAM Pidum Asep Nana Mulyana memerintahkan kita untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (SKP2 RJ),” ujar Kajari Pohuwato, Arjuna Meghanada Wiritanaya kepada ADHYAKSAdigital, Senin 30 September 2024.
Penegakan hukum humanis Kejari Pohuwato membuahkan hasil positif, perkara ini akhirnya dihentikan penuntutannya. Arifin Samarang akhirnya terbebas dari ancaman pidana. Itu semua dilakukan sebagai implementasi penegakan hukum Kejaksaan RI yang berhati nurani dalam menerapkan Keadilan Restoratif.

Dia menyebutkan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button