JAM Datun Dorong Peran JPN Tagih Uang Pengganti Perkara Pidana

ADHYAKSAdigital.com –Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan RI, Dr. Feri Wibisono SH.MH mendorong pemberdayaan Jaksa Pengacara Negara di seluruh satuan kerja Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri dalam penagihan uang pengganti perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.
Hal ini disampaikan JAM Datun Feri Wibisono melalui Sekretaris JAM Datun, Raden Febrytriyanto dalam kegiatan Supervisi dan Bimbingan Teknis Penyelesaian Uang Pengganti Berdasarkan UU No 3 Tahun 1971 yang di gelar di Novotel Hotel, Semarang, Kamis 16 Mei 2024.
Peran Jaksa Pengacara Negara (JPN) Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara sangat penting dalam upaya penagihan uang pengganti, dalam upaya memaksimalkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari hasil penyelematan kerugian keuangan negara perkara tindak pidana korupsi, uang pengganti Tipikor dan uang pengganti perkara pidana umum.
Saat ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam penanganan tindak pidana korupsi yang awalnya represif menjadi preventif, karena penegakan hukum tidak lagi menitikberatkan kepada seberapa banyak perkara korupsi yang ditangani dan pelaku yang dihukum.
“Namun lebih kepada upaya untuk menjamin satu wilayah bebas dari korupsi, serta bagaimana kerugian keuangan negara dapat dipulihkan dengan memaksimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari hasil penyelamatan keuangan negara,” ujar Sekretaris JAM Datun Raden Febrytriyanto.
Senada, Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Yusfidli Adhyaksana menuturkan, salah satu kekhususan Hukum Tindak Pidana Korupsi adalah adanya hukuman uang pengganti. Uang Pengganti (UP) merupakan pidana tambahan. Besaran uang pengganti ditentukan dalam amar putusan majelis hakim.
Dasar hukum pemberian sanksi uang pengganti diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Dalam ayat (1) pasal tersebut diatur, selain pidana tambahan sebagaimana ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sedangkan sebagai pidana tambahan dalam UU Tipikor adalah perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
Pada ayat (2)-nya ditegaskan, jika terpidana tidak membayar uang pengganti palaing lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperolah kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud diatas, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
Peran Kejaksaan RI sebagai lembaga negara bidang hukum dalam pelayanan dan penegakan hukum atas wewenang yang diatur dalam ketentuan hukum sebagai Aparat Penegak Hukum bertindak sebagai penuntut dan eksekutor.
“Sesuai dengan wewenang Kejaksaan sebagai Aparat Penegak Hukum melakukan eksekusi atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Kita turut membantu negara dalam pendapatan negara lewat PNBP yang berasal dari pembayaran denda atas perkara pidana,” ujar Asdatun Kejati Jateng, Yusfidli Adhyaksana. (Felix Sidabutar)