Lewat Radio, Kejaksaan Ingatkan Warga Tidak Jadi Korban Perdagangan Manusia
ADHYAKSAdigital.com — Memanfaatkan media radio, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau meminta warga agar tidak menjadi korban dari tindak pidana perdagangan orang. Pasalnya, Provinsi Kepri rawan dari tindak pidana ini.
Di studio Radio Onine 93 FM Tanjungpinang, Kamis 16 Mei 2024, Koordinator Pidum, Nurul Anwar didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara, Abdul Malik dan Kasi Penkum Denny Anteng Prakoso menyiarkan tentang tindak pidana perdagangan manusai/orang (TPPO).
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)/Human Trafficking merupakan kejahatan antar negara (Transnational Crime) yang bertentangan dengan harkat, martabat kemanusiaan, dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Human trafficking atau perdagangan orang adalah kejahatan terorganisir, dengan kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang memberikan akses kepada kejahatan tersebut menjadi terstruktur dan sistematis.
Dengan mempedomani landasan hukum Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Merujuk kepada Konvensi Palermo tahun 2000, yaitu United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNCATOC), di Palermo, Italia, PBB mengadakan konferensi mengenai Pencegahan, penekanan dan penghukuman perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak yang melengkapi konvensi PBB terhadap kejahatan transnasional yang terorganisir.
Modus dari Tindak Pidana Perdagangan Orang seperti menjadikan Asisten Rumah Tangga (ART), Duta Seni/Budaya/Besasiswa, Perkawinan Pesanan, Penipuan melalui Program Magang Kerja ke Luar Negeri, Pengangkatan Anak, Jerata Utang, Penculikan Anak, Umroh, Tenaga Kerja ke Luar Negeri.
Beberapa faktor terjadinya perdagangan orang antara lain dikarenakan budaya Patriarkhi (objektivitas seksual perempuan, nilai keperawanan, komoditas), tuntutan aktualisasi perempuan, kemiskinan, pendidikan dan keterampilan rendah, nikah usia muda (dibawah umur), tradisi perbudakan dan eksploitasi perempuan (selir, perempuan sebagai upeti, sahaya), sikap permisif terhadap pelacuran, urban life style (konsumtif, materialistik), pembangunan belum menyentuh daerah terpencil (terisolasi), terbatasnya lapangan pekerjaan.
Adapun beberapa proses terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang biasanya melalui perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan dan penerimaan seseorang.
Serta ada beberapa cara pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam melaksanakan aksinya seperti menggunakan ancaman kekerasan atau menggunakan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang dan memberi bayaran atau manfaat.
Tujuan dari Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah Eksploitasi terhadap korban contohnya pelacuran, kerja atau pelayanan paksa,perbudakan/praktek serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi/secara melawan hukum memindahkan/mentransplantasi organ/jaringan tubuh, memanfaatkan tenaga kemampuan seseorang.
Abdul Malik menjelaskan bahwa Eksploitasi merupakan tindakan ataupun aktivitas yang dilakukan agar dapat mengambil keuntungan serta memanfaatkan suatu hal secara berlebihan dan penuh dengan kesewenang-wenangan tanpa adanya tanggung jawab.
Umumnya, tindakan ini kemudian akan menimbulkan kerugian kepada pihak lain, baik itu pada manusia, hewan, dan berbagai lingkungan di sekitarnya, dari tindakan eksploitasi tersebut korban yang mengalami dampak dari kejahatan Perdagangan Orang merupakan kalangan perempuan, laki-laki, anak-anak dan bayi dari berbagai jenis latar belakang.
“Faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang adalah faktor kesempatan, ekonomi, pendidkan, dan sosial budaya. Faktor ekonomi dan pendidkan adalah faktor terbesar penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang,” ujar Kasi Penkum Denny Anteng Prakoso. (Felix Sidabutar)