Terdesak Kebutuhan Hidup, Motor Teman Dibawa Kabur

ADHYAKSAdigital.com –Terdesak ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan hidup kerap menjadi alasan seseorang nekat melakukan aksi diluar nalar. Benar atau salah urusan nanti, yang penting sejengkal perut tetap terisi dan keluarga terbantu.
Di Bireuen, Aceh, Z, seorang pria lajang harus berurusan dengan Aparat Penegak Hukum setempat. Pria berprofesi tukang pangkas rambut ini nekat membawa kabur sepeda motor milik temannya, M, yang juga tukang pangkas rambut.
Medio April 2024 lalu, Z meminjam sepeda motor milik M, sehubungan saat itu dia kehujanan dan basah kuyub akibat hujan deras dan Z hendak ke rumah berganti pakaian.
Nahas bagi M, sepeda motor miliknya tak kunjug dikembalikan. Rupanya sepeda motornya telah dibawa kabur Z dan telah berpindah tangan.
Tidak terima sepeda motornya dibawa kabur, M bergegas ke Kantor Polisi setempat dengan mendaftarkan laporan kehilangan sepeda motor miliknya. Mendapati adanya laporan warga atas kehilangan satu unit sepeda motor, polisi bergerak cepat dan memprosesnya.
Z tak berkutik dan pasrah saat diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka atas tindak pidana penggelapan sepeda motor yang dilakukannya. Z disangkakan melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Seiring waktu, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, proses hukum atas perkara ini tiba pada pelimpahan berkas, barang bukti dan tersangka Z ke Kejaksaan Negeri Bireuen, Provinsi Aceh.
Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen Munawal Hadi, SH MH terenyuh mendapati berkas perkara ini dari jajaran jaksa Pidum. Hati nurani Munawal Hadi berbicara ketika mempelajari perkara ini.
Dia lantas memerintahkan Kasi Pidum yang menangani perkara itu untuk memfasilitasi perdamaian terkait tindak pidana penggelapan yang dilakukan Z dengan pemilik sepeda motor M.
Niatan mulia Munawal sang inisiator perdamaian membuahkan hasil. M, pemilik sepeda motor selaku korban mau menerima permintaan maaf dari Z. M dengan lapang dada dan tulus memaafkan Z. Mereka bersepakat damai dan membubuhkan tanda tangan diatas materai pernyataan perdamaian dengan disaksikan para saksi.
Usulan penghentian penuntutan perkara ini akhirnya diterima dan disetujui Pelaksana Tugas Jaksa Agung Muda Pidana Umum Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H..
“Beliau memerintahkan Kejari Bireuen untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Restorative Justice,” kata Kajari Bireuen Munawal Hadi kepada ADHYAKSAdigital, Rabu 15 Mei 2024.
Kajari Bireuen Munawal Hadi menyebutkan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum memandang penerapan Restorative Justice (RJ) sebagai salah satu edukasi bagi rakyat agar ke depannya dapat menghindari perilaku-perilaku yang berujung adanya penindakan hukum. RJ diharapkan adanya efek jera dan mampu meminimalisir tindak pidana di tengah kehidupan bermasyarakat.
“Saya menegaskan, pada prinsipnya keadilan sejati adalah bisa diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara. Sementara proses hukum belum tentu bisa mendapatkan suatu keadilan. Maka dari itu, hanya dengan jalan perdamaian tanpa proses hukum, keadilan sejati bisa diwujudkan setelah semua pihak bersepakat tanpa ada yang merasa dirugikan,” tegasnya. (Felix Sidabutar)