
ADHYAKSAdigital.com –Badan Pemulihan Aset adalah salah satu satuan kerja baru yang otonom yang dimiliki Kejaksaan Republik Indonesia. Pembentukan organisasi baru ini berdasarkan PERPRES NO. 15 TAHUN 2024 JO. PERPRES NO. 38 TAHUN 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI dan UU NO. 11 TAHUN 2021 JO. UU NO. 16 TAHUN 2024 Tentang Kejaksaan RI.
Badan Pemulihan Aset sendiri mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan penelusuran dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari desain kelembagaan, ada penguatan soal Badan Pemulihan Aset di Kejaksaan yang sebelumnya hanya Pusat Pemulihan Aset, menjadi lembaga tersendiri yang pertanggungjawabannya secara berjenjang langsung kepada Jaksa Agung. Ini secara kapasitas kelembagaan lebih kuat, pejabat yang mengepalai lembaga ini dari eselon II ke eselon I.
Ada 7 (tujuh) Fungsi Badan Pemulihan Aset, yakni :
1. Menyusun kebijakan teknis, rencana dan program di bidang penelusuran, perampasan dan pengembalian aset yindak pidana dan aset Lainnya Kepada negara, korban, atau yang berhak.
2. Melaksanakan penelusuran, Perampasan dan Pengembalian Aset Perolehan Tindak Pidana dan Aset Lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.
3. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang penelusuran, perampasan dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.
4. Melaksanakan hubungan kerja dengan instansi atau lembaga, baik di dalam negeri maupun luar negeri di bidang penelusuran, perampasan dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban atau yang berhak.
5. Melaksanakan pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan di bidang penelusuran, perampasan dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.
6. Melaksanakan tugas administrasi Badan Pemulihan Aset
7. Melaksanakan fungsi lain yang diberikan oleh Jaksa Agung
Pelayanan dan penegakan hukum Kejaksaan RI saat ini telah bergeser menuju Profesional, Berintegritas dan Humanis. Selain bertindak sebagai penuntut umum, Kejaksaan atas wewenang sebagai eksekutor atas putusan hukum yang telah inkrah.
Penegakan hukum dalam menangani tindak pidana korupsi bertujuan mampu menciptakan efek jera bagi pelaku dan keluarganya dan juga dapat mengembalikan kerugian keuangan negara yang diakibatkan tindak pidana korupsi.
Saat ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam penanganan tindak pidana korupsi yang awalnya represif menjadi preventif, karena penegakan hukum tidak lagi menitikberatkan kepada seberapa banyak perkara korupsi yang ditangani dan pelaku yang dihukum.
Namun lebih kepada upaya untuk menjamin satu wilayah bebas dari korupsi, serta bagaimana kerugian keuangan negara dapat dipulihkan dengan memaksimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari hasil penyelamatan keuangan negara.
Sesuai dengan wewenang Kejaksaan sebagai Aparat Penegak Hukum melakukan eksekusi atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Kejaksaan turut membantu negara dalam pendapatan negara lewat PNBP yang berasal dari pembayaran denda atas perkara pidana.
Peran Kejaksaan RI sebagai lembaga negara bidang hukum dalam pelayanan dan penegakan hukum atas wewenang yang diatur dalam ketentuan hukum sebagai Aparat Penegak Hukum bertindak sebagai penuntut dan eksekutor. Kejaksaan melakukan eksekusi terhadap pembayaran denda yang diputuskan pengadilan atas perkara pidananya.
Untuk melaksanakan pemulihan kerugian negara, aparat penegak hukum telah dibekali oleh instrumen penyitaan yaitu sebagaimana diatur pada Pasal 39 dan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tak hanya itu, berdasarkan Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengatur untuk dilakukan penyitaan harta benda terpidana oleh jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut (sita eksekusi). Pelaksanaan sita eksekusi berdasarkan Pasal 270 KUHAP, dilakukan setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Incracht).#####
NB: Makalah ini disampaikan pada Kuliah Umum di Universitas Pancasila, Jakarta, Jumat 22 Maret 2024.
Penulis adalah JAM Intel dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta