Nasional

Nur Surya Kembali Implementasikan Penegakan Hukum Humanis

3 Perkara Pidana Ringan Dihentikan

ADHYAKSAdigital.com –Penegakan hukum humanis Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, Sumatera Selatan dalam penerapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif patut diapresiasi. Nur Surya, SH.MH mampu mengimplementasikan penegakan hukum humanis dalam penanganan perkara pidana ringan.

Hati nurani Nur Surya, SH, MH, selaku Kepala Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, Sumatera Selatan berbicara kala mendapati pelimpahan berkas perkara pidana penganiayaan dari penyidik Kepolisian.

Hati nurani pria rambut pendek ini membebaskan para pelaku pidana ringan, yakni Jamilah binti Zakaria, Pitria binti M. Nazir dan Lilis Suryani binti Fauzi, berkas terpisah.
Ketiganya merupakan tersangka tindak pidana ringan, Jamilah binti Zakaria yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Sedangkan Pitria binti M. Nazir yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Sementara Lilis Suryani binti Fauzi yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Seiring waktu, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, proses hukum perkara ini dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Ogan Ilir. Namun, oleh Kejari Ogan Ilir melakukan upaya perdamaian bagi para pihak yang berperkara. Hati nurani Nur Surya berbicara kala mendapati pelimpahan berkas perkara pidana ringan dari penyidik Kepolisian setempat.
Kejari Ogan Ilir lewat Kepala Seksi Pidana Umum, Andrianto menginisiasi adanya perdamaian antara ketiga tersangka dengan para korban, dan menawarkan agar persoalan mereka tidak dilanjutkan hingga persidangan di Pengadilan Negeri setempat.

“Akhirnya telah tercapai kesepakatan perdamaian yang ditandatangani masing-masing pihak dengan para saksi dari keluarga dan tokoh masyarakat setempat,” ujar Kajari Nur Surya didampingi Kasi Pidum Andrianto kepada ADHYAKSAdigital, Rabu 20 Maret 2024.

Pihaknya lantas mengusulkan penghentian penuntutan atas perkara itu ke pimpinan Kejaksaan, melalui Kajati Sumatera Selatan, Dr. Yulianto SH.MH dan Asisten Pidana Umum, Wahyudi, SH.MH untuk diteruskan ke Jaksa Agung ST Burhanuddin.
“Lewat gelar perkara secara online, Selasa 19 Maret 2024, usulan penghentian penuntutan untuk tiga perkara ini akhirnya diterima dan disetujui Jaksa Agung Muda Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana. Beliau memerintahkan Kejari Ogan Ilir untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Restorative Justice,” kata Nur Surya.

Dia meyebutkan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Nur Surya menyebutkan penerapan Restorative Justice dalam penghentian penuntutan perkara-perkara pidana yang dilakukan Kejaksaan diartikan sebagai sikap korps Adhyaksa yang peduli terhadap kehidupan masyarakat, agar terciptanya kebersamaan, solidaritas, saling menghargai, saling memaafkan dan timbulnya toleransi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
“Kejaksaan dalam menerbitkan Surat Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Keadilan Restoratif (RJ) salah satunya melalui pendekatan humanis. Saya boleh mengatakan bahwa keadilan restoratif merupakan salah satu penerapan penegakan hukum menuju peradilan yang humanis,” tegas Nur Surya.

Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum memandang penerapan RJ sebagai salah satu edukasi bagi rakyat agar ke depannya dapat menghindari perilaku-perilaku yang berujung adanya penindakan hukum. RJ diharapkan adanya efek jera dan mampu meminimalisir tindak pidana di tengah kehidupan bermasyarakat. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button