Nasional

Dirjen PP Buka Rakor Forkompimda Ngada Sosialisasikan KUHP

ADHYAKSAdigital.com –Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disahkan sebagai produk hukum terbaru pengganti KUHP, yakni UU Nomor 1 Tahun 2023. Pemerintah pun gencar mensosialisasi KHUP terbaru ini kepada lembaga negara, aparat penegak hukum dan elemen masyarakat luas.

Kementerian Hukum dan HAM sebagi pihak yang diberi tanggung jawab mensosialisasikannya terus bergerak ke seluruh daerah agar UU Nomor 1 Tahun 2023 KHUP terbaru ini dimengerti dan dipahami sebelum digunakan sebagai azas dan produk hukum dalam praktik penegakan hukum.

Menggandeng Pemerintah Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi NTT menghadirkan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia , Prof. Asep Nana Mulyana dalam sosialisasi ini.

Bertempat di Ruang Sidang Utama DPRD Kabupaten Ngada, NTT, Jumat 1 Maret 2024, Dirjen PP Kemenkum HAM, Prof. Asep Nana Mulyana mengatakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang baru merupakan Undang-undang yang telah diproduksi sesuai dengan kebutuhan bangsa dan masyarakat Indonesia.
Disahkannya RUU KUHP menjadi UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP (UU KUHP), kata Asep, dapat menjadi peletak dasar bangunan sistem hukum pidana nasional Indonesia sebagai perwujudan dari keinginan untuk mewujudkan misi dekolonisasi KUHP peninggalan/warisan kolonial.

Demokratisasi hukum pidana, konsolidasi hukum pidana, adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi, baik sebagai akibat perkembangan di bidang ilmu pengetahuan hukum pidana maupun perkembangan nilai-nilai, standar serta norma yang hidup, perkembangan dalam kehidupan masyarakat hukum Indonesia, dan sebagai refleksi kedaulatan nasional yang bertanggung jawab.

Mantan Kajati Jabar ini menyampaikan bahwa sejarah baru tercipta dalam tonggak perjalanan pembaharuan hukum pidana nasional, dimana Indonesia akhirnya memiliki produk hukum pidana hasil karya anak bangsa yang berdasar pada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sehingga terlepas dari belenggu budaya kolonial.

“Tidak dapat kita pungkiri, penegakan hukum pidana di Indonesia sangat membutuhkan pembaharuan yang disesuaikan dengan sistem pemidanaan modern yang lebih humanis dengan mengusung nilai keadilan korektif, keadilan rehabilitatif dan keadilan restoratif, sebagai respon terhadap asas legalitas yang selama ini diterapkan secara kaku,” ujar Asep Mulyana.

Asep mengatakan, KUHP yang baru disahkan mengatur beberapa pembaharuan antara lain alternatif sanksi pidana selain pidana penjara, tujuan dan pedoman pemidanaan, pergeseran paradigma dalam pidana dan pemidanaan yang lebih humanis dan bermartabat.

Dengan hadirnya KUHP Nasional 2023, dirasanya sangat mengakomodir kearifan lokal yang menggunakan pendekatan restorative justice, korektif dan rehabilitatif. Hal ini terkait regulasi berkualitas serta berdampak positif bagi masyarakat dan pendekatan restorative itu telah hadir dalam masyarakat adat.

Selain mengatur pidana dengan subjek manusia (natuurlijk persoon), KUHP Baru juga mengatur sanksi pidana terhadap korporasi atau badan hukum (rechtspersoon) sebagaimana diatur Pasal 45 ayat (1).

Selain itu, Asep menjelaskan salah satu upaya mendukung sinergi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan pelindungan Kekayaan Intelektual (KI). Di era otonomi daerah saat ini, kewenangan dan sinergitas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bidang kekayaan intelektual adalah kunci untuk memperkuat pelindungan dan pengembangan inovasi. Kerja sama yang solid antara kedua tingkatan pemerintahan memungkinkan untuk pembuatan dan pelaksanaan kebijakan yang kohesif, memperkuat regulasi, dan mempromosikan budaya inovasi di semua tingkatan.

“Hal ini penting dalam memastikan perlindungan hak kekayaan intelektual, pemanfaatan sumber daya secara efektif, serta pendorong bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif,” tuturnya.

Pada intinya KUHP baru atau nasional ini bukan hanya memberikan kepastian hukum yang konkret melainkan juga membawa Indonesia menghasilkan hukum modern yang mencerminkan nilai luhur bangsa. “Masyarakat diharapkan tidak hanya membaca pasal-pasal atau isu yang dianggap krusial tersebut, tetapi juga memiliki rasa ingin tahu untuk mengetahui penjelasannya atau impementasinya,” tuturnya.

Kegiatan ini, dikatakan Asep merupakan wujud sinergi antara Ditjen PP dan Kanwil Kemenkumham NTT bersama dengan Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Nilai harmonis dan nilai kolaboratif tentu menjadi landasan yang kuat dalam penyelenggaraan kegiatan Rakor ini.

Tema yang diangkat dalam Rakor tersebut, berangkat dari kesadaran akan pentingnya sinergi dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan dan upaya pelindungan kekayaan intelektual, juga selaras dengan resolusi Kementerian Hukum dan HAM Tahun 2024.

Asep mengapresiasi pelaksanaan Rakor ini karena terbukti nyata adanya dukungan yang baik dari berbagai pihak dan kalangan atas segala bentuk kolaborasi yang baik pula antara Kanwil Kemenkumham NTT bersama pihak pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota guna mencapai Perda berkualitas yang akan mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah NTT.

Senada dengan hal tersebut, Bupati Ngada, Anderias Paru selaku tuan rumah merasa bangga karena pelaksanaan Rakor tersebut dimana menjadi momentum untuk semakin memperkokoh kerjasama, kolaborasi, pertukaran informasi, gagasan dan inspirasi dalam pembangunan kabupaten/kota di NTT. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button