Nasional

Gara-gara Ayam, 2 Inang-inang di Simalungun “Parbada”

ADHYAKSAdigital.com –Hidup bertetangga dalam satu permukiman warga, insiden selisih paham dan tersinggung kerap kita dapati di tengah kehidupan masyarakat.

Hanya saja insiden itu mampu dipahami dan diminimalisir tidak membesar, hidup bertetangga harus rukun, akur dan saling menghormati satu dengan yang lainnya.

Ekspresi luapan emosi sesaat itu sebenarnya dapat dikendalikan. Namun, sebagian kita sebagai manusia sukar mengendalikannya bila dihadapkan dalam situasi tersudut dan terancam. Terlebih bila menyangkut harga diri dan marwah keluarga.
Hanya saja luapan emosi itu dapat berakibat tindak pidana, bila dalam praktiknya melalui aksi kekerasan dan penganiayaan dan memakan korban. Diperlukan sikap pembawaan diri yang tenang dan sabar.

Di Hatonduan Kabupaten Simalungun, 2 (dua) orang inang-inang (emak-emak,red) harus berurusan dengan Aparat Penegak Hukum setempat. Kedua inang-inang ini “Parbada” ( terlibat keributan,red ).

Kedua orang inang-inang “Parbada” ini masing-masing atas nama Surti Sitorus dan Linceria Sitorus. Warga yang hidup bertetangga dan masih memiliki hubungan kekerabatan di budaya Batak, bermarga Sitorus.

Berawal dari ternak ayam peliharaaan milik keduanya yang tertabrak sepeda motor yang sedang melintas di ruas jalan perkampungan warga. Ayam milik Surti Sitorus menjadi korban dan terluka. Sedangkan ayam milik Linceria Sitorus berhasil diselamatkan si pemiliknya saat itu.
Surti protes terhadap Lince mengapa saat kejadian, ayam miliknya tidak turut diselamatkan Linceria. Bahkan mengakibatkan ayamnya terluka. Menanggapi aksi protes tetangganya itu, Linceria menjawab tidak menjadi kewajibannya menyelamatkan ayam milik Surti saat itu.

Mendengar jawaban seperti itu, sontak memicu ketersinggungan Surti. Dia spontan emosi. Seketika itu dia mendorong Linceria dan mengakibatkan inang-inang ini terjatuh. Bukannya iba dan kasihan, emosi Surti memuncak, Inang boru Sitorus ini cekik Linceria Sitorus dan cakar wajah inang tetangganya itu.

Mendapati adanya keributan antara ibunya (Surti Sitorus) dengan tetangga rumah, salah seorang putri Surti Sitorus pun melerai keributan yang ada.

Linceria selanjutnya bergegas ke rumah sakit setempat dan mendapat perobatan medis. Berbekal visum, Liceria mendatangi kantor kepolisian setempat dan melaporkan peristiwa yang dialaminya.
Mendapati adanya laporan dari warga soal peristiwa pidana penganiayaan ini, polisi setempat segera menindaklanjuti. Surti Sitorus pun diproses hukum.

Surti Sitorus, Inang “Parbada” ini dijadikan tersangka atas dugaan tindak pidana penganiayaan. Surti Sitorus dikenakan melanggar Pasal 351 KUPidana.

Seiring waktu, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, proses hukum perkara ini dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Simalungun. Namun, oleh Kejari Simalungun melakukan upaya perdamaian bagi kedua orang yang berperkara itu.

Hati nurani Irfan selaku Kajari Simalungun berbicara kala mendapati pelimpahan berkas perkara pidana ringan dari penyidik Kepolisian setempat.
Penegakan hukum humanis Kejaksaan dalam penanganan perkara pidana ringan bukan jargon belaka. Kepala Kejaksaan Negeri Simalungun, Sumatera Utara Irfan Hergianto SH.MH mampu mengimplementasikan visi-misi Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam penerapan Keadilan Restoratif.

Kejari Simalungun menginisiasi adanya perdamaian antara tersangka Surti dengan tersangka Lince, dan menawarkan agar persoalan mereka tidak dilanjutkan hingga persidangan di Pengadilan Negeri setempat.

“Akhirnya telah tercapai kesepakatan perdamaian yang ditandatangani masing-masing pihak dengan para saksi dari keluarga dan tokoh masyarakat setempat,” ujar Kajari Simalungun Irfan Hergianto didampingi Kasi Pidum Yoyok Adi Saputra kepada ADHYAKSAdigital, Rabu 8 November 2023.

Kepala Kejaksaan Negeri Simalungun Irfan Hergianto lantas mengusulkan penghentian penuntutan atas perkara itu ke pimpinan Kejaksaan, melalui Kajati Sumut Idianto untuk diteruskan ke Jaksa Agung ST Burhanuddin.
“Usulan penghentian penuntutan perkara ini akhirnya diterima dan disetujui Jaksa Agung Muda Pidana Umum DR Fadil Zumhana. Beliau memerintahkan Kejari Simalungun untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Restorative Justice,” kata Kajari Simalungun Irfan.

Irfan Hergianto menyebutkan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button