Tapal Batas Tanah Warisan Picu Selisih Paham

ADHYAKSAdigital.com –Penegakan hukum humanis Kejaksaan RI terus digelorakan dalam menangani perkara pidana ringan. Penerapan keadilan restoratif menjadi komitmen penegakan hukum Kejaksaan RI. Bertujuan hadirnya tulus iklas, memaafkan dan terawatnya silaturahmi.
Kejaksaan Negeri Gunung Sitoli, Nias, Sumatera Utara merealisasikan penegakan hukum humanisnya dalam menangani perkara pidana ringan. Parada Situmorang SH.MH , sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Gunungsitoli menjadi juru damai bagi keluarga yang tengah berselisih paham.
Jaksa senior berasal dari Pulau Samosir ini mampu mengimplementasikan penegakan hukum humanis Kejaksaan RI. Hati nuraninya berbicara kala mendapati adanya berkas penanganan perkara pidana ringan, penganiayaan dilatarbelakangi selisih paham di dalam kekerabatan keluarga yang ditangani anak buahnya di jajaran bidang Pidana Umum Kejaksaan Negeri Gunungsitoli.
Perkara pidana penganiayaan dengan tersangka FZ dihentikan penuntutannya. Ini semua berkat panggilan hati nurani Parada Situmorang, mantan jurnalis radio ini. Dia menginisiasi perdamaian antara korban dengan tersangka yang masih bertalian keluarga.
“Berdasarkan kesepakatan perdamaian yang mereka tandatangani, berkas perkara itu kita usulkan ke pimpinan untuk disetujui penghentian penuntutannya. Puji Tuhan, berkas perkara pidana ringan ini disetujui pimpinan untuk dihentikan penuntutannya dalam gelar perkara Selasa 4 Oktober 2023,” ujar Kajari Gunungsitoli, Nias kepada ADHYAKSAdigital, Rabu 4 Oktober 2023.
Sebelumnya, FZ adalah tersangka dugaan pidana penganiayaan yang disangka melanggar Pasal 351 KUHP. Dia melakukan pidana itu karena kesal, korban yang merupakan sepupunya melakukan pematokan dan pengukuran sebidang tanah yang diklaim aset warisan orang tuanya. FZ merasa obyek tanah yang diklaim sepupunya itu adalah miliknya.
Pada saat pemasangan patok sedang berlangsung, tiba-tiba tersangka tidak terima dikarenakan dengan pemasangan patok atau pilar tersebut
dikarenakan tersangka merasa tanah tersebut miliknya. Lalu tersangka berkata kepada korban “Bukan tanahmu itu”, lalu korban menjawab “Itu tanah warisan orangtua saya”. Selanjutnya korban dan tersangka pun saling beradu mulut.
“Bahkan, tersangka FZ mengambil sebilah parang dari rumahnya dan mengancam akan membunuh sepupunya itu. Tersangka FZ kesal, korban YZ sepupunya ini dinilai semena-mena memasangkan pilar tapal batas tanah yang diakuinya masih warisan orang tuanya. Padahal tanah itu milik tersangka FZ,” tutur Kajari Gunungsitoli Parada Situmorang.
Dia menyebutkan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Felix Sidabutar)