Nasional

Anak Yang Berantam, Tetangga Ikut Campur

ADHYAKSAdigital.com –Ekspresi luapan emosi sesaat itu sebenarnya dapat dikendalikan. Namun, sebagian kita sebagai manusia sukar mengendalikannya bila dihadapkan dalam situasi spontanitas. Terlebih bila menyangkut harga diri dan solidaritas.

Hidup bertetangga dalam satu permukiman warga, insiden selisih paham dan tersinggung kerap kita dapati di tengah kehidupan masyarakat. Hanya saja insiden itu mampu dipahami dan diminimalisir tidak membesar, hidup bertetangga harus rukun, akur dan saling menghormati satu dengan yang lainnya.

Di Kampar, Riau, seorang pria harus berurusan dengan aparat penegak hukum setempat. Apa pasal? Dia turut ikut campur atas keributan yang tengah terjadi antara dua orang anak-anak remaja tetangganya. Pria ini menganiaya salah seorang anak baru gede (ABG) tetangga rumahnya yang berantam saat itu.
Kala itu, Sabtu 22 April 2023 lalu, pria RP (30) didatangi K, lelaki remaja tetangganya. Abg ini curhat dia kalah berantam dengan SU,salah seorang temannya. Remaja ini meminta bantuan kepada tetangganya agar lawannya berantam didatangi dan diberi pelajaran.

Menganggap diri sebagai tetangga yang peduli dan solidaritas hidup bertetangga, seiring selama ini sudah dianggap abang dan adik. Pria RP tersulut emosi dan kaget mendapati K, abg tetangganya terkena pukulan dari lawan berantamnya.

Pria RP dan remaja K segera meluncur mendatangi SU. Ketika bertemu, emosi RP memuncak, dia menampar SU dan protes adiknya K menjadi korban pemukulan yang dilakukan SU. Rasa ketakutan menghantui SU saat itu. Dia pun berusaha menghindar dan melarikan diri.
Apes! Upaya menghindar dan melarikan dirinya tidak berhasil, ditengah perjalanan dia terjatuh dari sepeda motor yang dikendarainya. Pria RP segera mengejar dan mendatangi lokasi SU.

Emosinya semakin memuncak, dengan kepalan tangannya dia pukul remaja ini. Bahkan dia hempaskan badan abg ini ke tanah. Dilanjutkan dengan aksi menendang kaki dan punggung SU, remaja yang sebelumnya berantam dengan K tetangganya.

Tak terima aksi penganiayaan yang dilakukan Pria RP terhadap dirinya. Dengan didampingi keluargnya, Remaja SU melaporkan peristiwa itu ke aparat hukum setempat Polsek Kampar.

Penyidik Polsel Kampar lantas merespon laporan warganya itu dan memprosesnya dengan menjadikan RP sebagai tersangka tindak pidana penganiayaan yang diduga melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sesuai dengan ketentuan, proses hukum perkara itu bergulir hingga pelimpahan berkas, tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Kampar di Bangkinang. Mendapati pelimpahan berkas perkara dari penyidik Polsek Kampar, tim jaksa pidana umum Kejari Kampar lantas meneliti dan mempelajari berkas tersebut.

“Atas dasar penegakan hukum hati nurani yang di gelorakan institusi Kejaksaan dengan penerapan keadilan restratif, Kejari Kampar menginisiasi adanya perdamaian antara korban dengan tersangka, mengingat masih bertetangga. Apalagi, tersangka baru pertama sekali melakukan tindak pidana dan berjanji tidak mengulanginya dan semakin bebesar hati untuk selalu rendah hati, sabar dan menjaga tali silaturahmi di lingkungan warga,”ujar Kepala Kejaksaan Negeri Kampar, Sapta Putra,SH.MH.

Sapta Putra bersama tim jaksa Pidum mengapresiasi kebesaran hari remaja SU yang mau memaafkan aksi penganiayaan yang dilakukan pria RP itu terhadap dirinya.”Remaja SU ikhlas menerima maaf dari RP. Kita apresiasi suasana damai dalam persoalan ini dan mereka bubuhkan tanda tangan dalam surat perdamaian keduanya,” ujar alumni Fakultas Hukum USU, Medan ini.

Selanjunya, Kejaksaan Negeri Kampar menetapkan perkara itu dapat dihentikan penuntutannya dan mengusulkannya ke Kejati Riau untuk mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Pidana Umum DR Fadil Zumhana atas nama Jaksa Agung ST Burhanuddin.
“Berdasarkan gelar perkara Kamis 10 Agustus 2023 lalu, usulan kita disetujui pimpinan dan memerintahkan kita untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Perkara ini pun peroleh RJ dan pria RP bebas dari ancaman pidana,” terang Kajari Kampar Sapta Putra.

Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum memandang penerapan Restorative Justice (RJ) sebagai salah satu edukasi bagi rakyat agar ke depannya dapat menghindari perilaku-perilaku yang berujung adanya penindakan hukum. RJ diharapkan adanya efek jera dan mampu meminimalisir tindak pidana di tengah kehidupan bermasyarakat.

“Saya menegaskan, pada prinsipnya keadilan sejati adalah bisa diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara. Sementara proses hukum belum tentu bisa mendapatkan suatu keadilan. Maka dari itu, hanya dengan jalan perdamaian tanpa proses hukum, keadilan sejati bisa diwujudkan setelah semua pihak bersepakat tanpa ada yang merasa dirugikan,” tegasnya.

Kejaksaan Agung sebelumnya menerbitkan kebijakan mengenai keadilan restoratif melalui Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button