Nyelonong Masuki Rumah, Debt Collector “Babak Belur”

ADHYAKSAdigital.com –Etika dan sopan santun menjadi kewajiban kita dalam bergaul di kehidupan sehari-hari. Mendapati seseorang tidak sopan dan beretika tentunya memantik emosi dan kesal bagi kita yang tengah bersinggungan dengannya.
Di Prabumulih, Sumatera Selatan, seorang oknum penagih hutang (debt collector) perempuan inisial D seenaknya memasuki rumah seorang warga. Tujuannya hanya untuk mencari keberadaan salah seorang kliennya dan menagih hutang yang telah jatuh tempo.
Akibatnya, penghuni rumah protes, karena si debt collector nyelonong masuki rumahnya tanpa permisi, bahkan orang yang dicarinya tidak tinggal di rumah itu. Pria AB, salah seorang penghuni rumah saat itu kesal dengan aksi tamu yang tak dikenalnya nyelonong memasuki rumah.
Pria AB ini pun tersulut emosi. Pasalnya, si oknum debt collector membuat kegaduhan di lingkungan rumahnya. Rupanya dia mencari salah seorang anggota keluarganya yang tinggal bersebelahan dengan rumahnya.
Pria AB seketika itu meluapkan kekesalannya, dia memaki sembari ngumpat kata-kata kotor. Seketika itu juga, pria beristri ini melampiaskan emosinya, dia memukul, menampar dan menendang si debt collector.
Akibatnya, wajah cantik perempuan D si debt collector ini memar, badannya kesakitan akibat terkena pukulan. Seketika itu dia “Babak Belur” kena makian dan pukulan.
Tidak terima mendapat makian dan penganiayaan dari Pria AB, Perempuan D bergegas ke rumah sakit guna perobatan dan mengurus visum. Berbekal visum, dia melaporkan kejadian yang dialaminya itu ke Polsek Rambang Kapak Tengah, Prabumulih.
Mendapati adanya laporan dari salah seorang warga atas peristiwa yang dialami Perempuan D, penyidik Polsek Rambang Kapak Tengah menindaklanjutinya dan memprosesnya. Penyidik memanggil dan memeriksa Pria AB dan saksi-saksi lainnya.
Berdasarkan alat bukti dan keterangan beberapa saksi, penyidik menetapkan Pria AB sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana penganiayaan yang dilakukannya terhadap Perempuan D. Pria AB dikenakan melanggar Pasal 351 KHUP.
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, penyidik polisi melimpahkan berkas, barang bukti dan Pria AB sebagai tersangka kepada Kejaksaan Negeri Prabumulih guna proses hukum selanjutnya. Tim Jaksa Pidana Umum Kejari Prabumulih pun memeriksa dan meneliti berkas perkara ini.
Penegakan hukum humanis rupanya telah tertanam dalam diri Roy Riady SH.MH. Sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Prabumulih, Roy Riady berkeinginan perkara ini bisa dihentikan penuntutannya. Kajari Prabumulih memerintahkan jajaran jaksa Pidum memfasilitasi perdamaian antara Perempuan D dengan tersangka Pria AB.
Tergerak dilandasi hati nurani, penegakan hukum humanis menjadi alasan pihaknya untuk menawarkan perkara itu tidak dilanjutkan penuntutannya ke persidangan. Niatan mulia pihaknya membuahkan hasil. Keduanya saling memaafkan. Mereka bersepakat damai dan membubuhkan tanda tangan diatas materai pernyataan perdamaian dengan disaksikan para saksi.
“Rabu 26 Juli 2023 lalu mereka bersepakat damai dan menandatangi perjanjian perdamaian,” tutur Kajari Prabumulih Roy Riady didampingi Kasi Pidum Arliansyah kepada ADHYAKSAdigital, Rabu 9 Agustus 2023.
Mantan penyidik KPK ini menerangkan mereka berdamai dan sepakat untuk tidak melanjutkan persoalan ini hingga proses hukum lanjutan ke persidangan. ” Pria AB mengaku berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan untuk lebih baik dalam berperilaku kesehariannya,” katanya.
Atas terwujudnya perdamaian antara mereka, Kejari Prabumulih mengusulkan penghentian penuntutan perkara tersebut ke pimpinan melalui Kajati Sumatera Selatan Sarjono Turin untuk diteruskan ke Jaksa Agung agar disetujuinya penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang di terbitkan Kejari Prabumulih.
“JAM Pidum Dr. Fadil Zumhana Harahap SH.MH atas nama Jaksa Agung ST Burhanuddin menyetujui usulan kita. Kejari Prabumulih menerbitkan SKP2 Restorative Justice atas perkara pidana penganiayaan dengan tersangka Pria AB . Dengan demikian Pria AB bebas dari ancaman pidana. Perkara ini kita hentikan,” tuturnya.
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Sriwijaya Palembang ini menyebutkan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Felix Sidabutar)