Status di Medsos Sulut Emosi

ADHYAKSAdigital.com –Keberadaan media sosial di era digital saat ini sangat digandrungi masyarakat, mulai pelajar, mahasiswa, karyawan, pengusaha, politisi, pejabat bahkan para orang tua, bapak-bapak hingga ibu rumah tangga, baik di kota maupun di pedesaan.
Adanya pepatah “Bijaklah Bermedia Sosial” bukan warning belaka. Di banyak kasus, media sosial justru memantik konflik antar pribadi penggunanya. Bahkan media sosial juga dapat menjerat penggunanya dengan ancaman hukuman berat, bila mengandung unsur tindak pidana Informasi Teknologi dan Elektronik (ITE).
Di Kabupaten Ogan Ilir (OI) , Sumatera Selatan, warga setempat harus berurusan dengan aparat penegakan hukum. Itu diawali karena adanya ketersinggung terhadap salah satu status media sosial Facebook milik warga lain. Mereka terlibat konflik, emosi tak mampu dikendalikan, ujung-ujung melakukan tindak pidana penganiayaan.
Dua orang gadis inisial K dan S terlibat konflik dan saling lapor ke APH Polsek Tanjung Raja, Ogan Ilir. Apes, dua orang gadis ini malah ditetapkan sebagai tersangka atas aksi pidana penganiayaan yang dilakukan. Kedua gadis ini sebagai pelaku dan juga sebagai korban atas peristiwa penganiayaan yang terjadi diantara mereka.
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, berkas perkara kedua gadis ini masuk pada pelimpahan berkas, barang bukti dan tersangka ke Kejaksaan Negeri Ogan Ilir. Menerima pelimpahan berkas ini, Kepala seksi Pidana Umum Andri Yanto memeriksa dan menelaah berkas perkara pidana ini dan melaporkannya ke Kepala Kejaksaan Negeri Ogan Ilir Nur Surya.
Hati nurani Nur Surya, sebagai Kajari Ogan Ilir berbicara kala mendapati berkas perkara penganiayaan yang dilakukan dua orang gadis yang masih dalam lingkup warga dan saling mengenal. Aksi saling baku hantam antara keduanya rupanya ditenggarai kesalahpahaman satu dengan yang lainnya. Surya mendamaikan para pihak yang bertikai. Surya lantas memerintahkan Kasi Pidum Andri Yanto yang menangani perkara itu untuk memfasilitasi perdamaian terkait tindak pidana penganiayaan yang dilakukan keduanya.
“24 Mei 2023 lalu, keduanya bersepakat berdamai dan membubuhkan tandatangan perdamaian disaksikan para saksi dari pihak masing-masing keluarga.Keduanya mengakui kesalahannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan akan bersikap menjadi lebih baik ke depannya,” tutur Kajari Ogan Ilir Nur Surya dengan didampingi Kasi Pidum Andri Yanto kepada ADHYAKSAdigital, Kamis 8 Juni 2023.
Kejari Ogan Ilir lantas mengusulkan penghentian penuntutan atas perkara itu ke pimpinan Kejaksaan, melalui Kajati Sumatera Selatan dan Aspidum Wahyudi untuk diteruskan ke Jaksa Agung ST Burhanuddin. Gelar perkara pengusulan penghentian penuntutan perkara ini di gelar, Rabu 7 Juni 2023.
“Usulan penghentian penuntutan perkara ini akhirnya diterima dan disetujui Jaksa Agung Muda Pidana Umum DR Fadil Zumhana Harahap. Beliau memerintahkan Kejari Ogan Ilir untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Restorative Justice,” kata Kajari Nur Surya.
Dia menyebutkan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Felix Sidabutar)