Nasional

Parbada! Mamak Ribut Sama Tetangga, Anak Jadi Korban

ADHYAKSAdigital.com –Parbada! Adalah sebuah kalimat yang berasal dari Bahasa Batak Toba. Istilah ini sudah ngetren bagi orang-orang Sumatera Utara dan sebagian Nanggroe Aceh Darussalam yang diartikan sebagai istilah menyebutkan karakter seseorang yang gemar berkonflik, mencari keributan dan berselisih paham.

Isitilah “Parbada” ini umumnya melekat pada sosok emak-emak dalam lingkungan warga. Sosok “Parbada” pada emak-emak itu biasanya sosok yang gemar bergosip, banyak cakap, gemar berselisih paham, egois dan temperamen.

Di Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam, istilah “Parbada” ini pada sebagian komunitas warga juga tidak asing. Penyematan “Parbada” umumnya bagi warga yang gemar cari ribut dan berselisih paham.
Ada warga di Kecamatan Bies, Aceh Tengah harus berurusan dengan aparat penegak hukum setempat. Berawal dari selisih paham antara seorang emak-emak dan anaknya dengan 2 (dua) orang tetangganya yang juga perempuan.Ke empat orang perempuan ini terlibat konflik, adu mulut bahkan hingga jambak-jambakan.

Berawal dari sebuah telepon seluler milik JU, seorang emak-emak yang meminta Fit untuk menjualkan HP miliknya. Fit pun menjualkan HP itu dan menyerahkan uang hasil penjualan HP itu. Seiring waktu, JU tiba-tiba meminta Fit untuk mengambil kembali HP yang telah dijual tadi dan menebusnya.

Fit pun menyanggupi permintaan JU dengan syarat harus mengembalikan uang sesuai harga penjualan HP sebelumnya untuk bisa menebus kembali HP itu ke tokonya. Tanpa sebab, JU malah marah-marah dan mengeluarkan kata-kata makian kepada Fit. Keduanya pun terlibat adu mulut.
Mendapati emaknya si JU lagi ribut dengan Fit, ANU anak dari JU yang masih di bawah umur pun menghampiri keduanya dan berniat melerai keributan yang ada. Fit yang masih tersulut emosi saat itu tidak terima dengan upaya dari ANU anaknya JU.Fit seketika itu memaki ANU dan menjambaknya.

Ditengah ketiganya saling serang terlibat konflik, emak dan anak lawan Fit, muncul Pit kembaran Fit. Gadis kembaran ini beradu fisik dan saling maki dengan JU dan ANU anaknya. Sialnya, ANU justru jadi bulan-bulanan dua orang bersaudara kembar ini.

ANU mengalami luka-luka pada sebagian tubuhnya dan memar di wajahnya. Lelah dan puas memenangi keributan melawan emak dan anaknya JU dan ANU, Kembaran ini Fit dan Pit pun lantas meninggalkan keduanya JU dan ANU kembali ke rumah mereka.

Mendapati anak gadisnya terluka, JU segera membawanya ke rumah sakit guna mendapatkan pengobatan dan melakukan pemeriksaan visum.Dengan bukti visum, JU melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Polres Aceh Tengah di Takengon.
Dua perempuan kembar ini pun diamankan polisi. Fit dan Pit dijadikan tersangka yang disangkakan melanggar Pasal 76 C Jo Pasal 80 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perkaranya pun berproses hingga tahapan pelimpahan berkas, barang bukti dan tersangka perkara pidana saudara kembar Fit dan Pit ke Kejaksaan Negeri Aceh Tengah di Takengon.

Menerima pelimpahan berkas perkara penganiayaan anak dengan tersangka Fit dan Pit yang disangka melanggar Pasal 76 C Jo Pasal 80 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Tim jaksa pidana umum Kejaksaan Negeri Aceh Tengah yang dikomandoi Kasi Pidum Evan Munandar SH.MH lantas memeriksa, mempelajari dan mengkaji berkas perkara tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Penegakan hukum humanis yang telah menjadi budaya Kejaksaan saat ini tertanam dalam diri Yovandi Yazid SH MH. Tergerak dilandasi hati nurani, Yovandi sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Tengah berinisiasi memediasi perdamaian antara korban dengan pelaku.Penegakan hukum humanis menjadi alasan pihaknya untuk menawarkan perkara itu tidak dilanjutkan penuntutannya ke persidangan.

Niatan mulia pihaknya membuahkan hasil, dua perempuan kembar Fit dan Pit dengan emak dan anak JU dan ANU saling memaafkan. Mereka bersepakat damai dan membubuhkan tanda tangan diatas materai pernyataan perdamaian dengan disaksikan para saksi.

“27 Maret 2023 lalu mereka bersepakat damai dan menandatangi perjanjian perdamaian,” tutur Kajari Aceh Tengah Yovadi Yazid didampingi Kasi Pidum ZEvan Munandar kepada ADHYAKSAdigital, Kamis 6 April 2023.

Yovandi menerangkan mereka berdamai dan sepakat untuk tidak melanjutkan persoalan ini hingga proses hukum lanjutan ke persidangan. “Dua perempuan kembar mengaku berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan untuk lebih sabar dan baik dalam berperilaku kesehariannya,” kata Yovandi.

Atas terwujudnya perdamaian antara keduanya, Kejari Aceh Tengah mengusulkan penghentian penuntutan perkara tersebut ke pimpinan melalui Kajati Aceh Bambang Bachtiar untuk diteruskan ke Jaksa Agung agar disetujuinya penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang di terbitkan Kejari Aceh Tengah.

“JAM Pidum DR Fadil Zumhana Harahap SH.MH atas nama Jaksa Agung ST Burhanuddin menyetujui usulan kita. Kejari Aceh Tengah meneribitkan SKP2 Restorative Justice atas perkara penganiayaan anak dengan tersangka Fit dan Pit. Dengan demikian perempuan kembar ini bebas dari ancaman pidana. Perkara ini kita hentikan,” tegasnya.

Kajari Yovandi menyebutkan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
(Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button