Persoalan Hutang Memantik Emosi

ADHYAKSAdigital.com –Seseorang punya hutang itu lumrah terjadi dalam kehidupan. Hanya saja, dituntut komitmen agar hutang itu segera dibayarkan kepada si pemberi pinjaman. Cuma masalah bisa makin rumit jika orang yang sudah kita beri pinjaman malah sulit sekali ditagih.
Selalu saja ada alasan yang dibuatnya dan tak kunjung membayar hutangnya. Ujung-ujungnya harga diri dan emosi memuncak dan melakukan penganiayaan, yang berakibat merugikan diri sendiri dan juga orang lain.
Di Kota Metro, Provinsi Lampung, warga setempat harus berurusan dengan aparat penegak hukum. Apa pasal? Perempuan berinsial SY melakukan pemukulan terhadap AP dan istrinya EMF , warga setempat, karena enggan membayarkan sejumlah uang, pinjaman yang sebelumnya pernah diberikan SY kepada AF.
Kala itu, Rabu, 31 Agustus 2022, SY mendatangi rumah AP bertempat di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. Niat menagih hutang, malah kena semprot enggan bayar hutang sama si empunya rumah.
SY tidak habis akal agar hutang itu bisa dibayarkan AP. Saat itu SY menyodorkan secarik kertas kepada AP untuk ditandatangani yang berisi pernyataan soal hutang yang harus dibayarkan. Reaksi AP tidak sesuai ekspektasi, dia menolak menandatangani kertas tersebut.
Debat kusir diantara keduanya tidak menemukan solusi. Bahkan keduanya malah terlibat cekcok. SY tersulut emosi dan melakukan pemukulan ke arah wajah AP. EMF, sang istri yang menyaksikan adanya keributan antara AP, suaminya dengan SY, dia berusaha melerai keributan yang ada saat itu.
Tidak terima istrinya AP ikut campur saat itu, SY emosi dan melancarkan pemukulan dan menampar wajah EMF, istri AP. Mendapati istrinya juga menjadi korban aksi main hakim sendiri yang dilakukan SY, AP menghubungi kerabatnya IK untuk segera datang menolong mereka.
Ditengah masih suasana cekcok dan tersulut emosi, IK bersama sejumlah personil kepolisian akhirnya mampu meredakan keadaan saat itu. SY pun diamankan dan digiring ke kantor Kepolisian Resor Metro. AP dan istrinya EMF pun beranjak ke rumah sakit guna visum.
Berbekal visum, pasangan suami istri ini pun melaporkan peristiwa itu ke polisi. Penyidik kepolisian Polres Metro menetapkan SY sebagai tersangka, yang melakukan penganiayaan, melanggar pasal 351 KHUPidana.
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, penyidik kepolisian melimpahkan berkas, barang bukti dan SY sebagai tersangka kepada Kejaksaan Negeri Metro, Lampung guna proses hukum selanjutnya. Tim Jaksa Pidana Umum Kejari Metro pun memeriksa dan meneliti berkas perkara ini.
Penegakan hukum humanis yang telah menjadi budaya Kejaksaan saat ini tertanam dalam diri Virginia Hariztavianne. Tergerak dilandasi hati nurani, sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Metro, berinisiasi memediasi perdamaian antara SY dan AP.
Niatan mulia pihaknya membuahkan hasil. kedua orang ini saling memaafkan. Mereka bersepakat damai dan membubuhkan tanda tangan diatas materai pernyataan perdamaian dengan disaksikan para saksi. “17 Maret 2023, mereka berdamai dan sepakat untuk tidak melanjutkan persoalan ini hingga proses hukum lanjutan ke persidangan. SY mengaku berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan untuk lebih sabar dan baik,” kata Kajari Metro Virginia Hariztavianne kepada ADHYAKSAdigital, Rabu 29 Maret 2023.
Atas terwujudnya perdamaian antara keduanya, Kejari Metro mengusulkan penghentian penuntutan perkara tersebut ke pimpinan melalui Kejati Lampung untuk diteruskan ke Jaksa Agung agar disetujuinya penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang di terbitkan Kejari Metro.
“JAM Pidum DR Fadil Zumhana Harahap SH.MH atas nama Jaksa Agung ST Burhanuddin menyetujui usulan kita. Kita menerbitkan SKP2 Restorative Justice atas perkara penganiayaan dengan tersangka atas nama SY. Dengan demikian SY bebas dari ancaman pidana. Perkara ini kita hentikan,” jelas Kajari Metro Virginia.
Kajari perempuan ini menyebutkan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
(Felix Sidabutar)