Nasional

Penegakan Hukum Humanis, 17 Perkara Peroleh RJ

ADHYAKSAdigital.com –Penegakan hukum humanis Kejaksaan Agung kembali digelorakan. Lewat penerapan keadilan restoratif (Restorative Justice), sebanyak 17 (tujuh belas) perkara tindak pidana umum dari beberapa Kejaksaan Negeri dihentikan penuntutannya.

Jaksa Agung ST Burhanuddin melalui JAM Pidum Fadil Zumhana Harahap memberikan persetujuan penghentian penuntutan untuk 17 perkara pidana tersebut lewat gelar perkara yang dilaksanakan, Jakarta, Kamis 16 Februari 2023.

17 perkara itu, yakni :

1. Tersangka NING HAMIDAH alias NING binti HARJO WISTOMO (Alm) dari Kejaksaan Negeri Sleman yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Kedua Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

2. Tersangka JIHAD HALILINTAR RAVITO AL BANJARI bin HERDOYO YOSO HANDONO (Alm) dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

3. Tersangka I KADEK ARIADI dari Kejaksaan Negeri Jembrana yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

4. Tersangka KADEK PEDY SASTIYA dari Kejaksaan Negeri Denpasar yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

5. Tersangka RONAL S. ALIYU alias RONAL dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

6. Tersangka DANI TRI PUTRA alias ADDA bin H. SYAMSUDDIN dari Kejaksaan Negeri Palopo yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

7. Tersangka ABBAS bin Dg. RIMA dari Cabang Kejaksaan Negeri Makassar di Pelabuhan Makassar yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (2) Subsidair Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

8. Tersangka HAERUL bin HAKKE dari Cabang Kejaksaan Negeri Makassar di Pelabuhan Makassar yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (2) Subsidair Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

9. Tersangka JUMADIN dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Subsidair Pasal 310 Ayat (3) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

10. Tersangka MUSA RUMPAIDUS dari Kejaksaan Negeri Biak Numfor yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

11. Tersangka ROBBI BOSEREN dari Kejaksaan Negeri Biak Numfor yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

12. Tersangka WINARTO bin KANDAR dari Kejaksaan Negeri Tuban yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 atau 310 Ayat (2) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

13. Tersangka BAGUS PRASETIYAWAN bin SUKARDI dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto yang disangka melanggar Pasal 49 Huruf a UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

14. Tersangka JUMADIN bin BESA dari Kejaksaan Negeri Sumenep yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

15. Tersangka MOHAMAD SAHRUL dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

16. Tersangka KOKO SUDIANTO bin SANDI dari Kejaksaan Negeri Jombang yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

17. Tersangka YARJU bin WARNO dari Kejaksaan Negeri Jombang yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan karena telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Tersangka belum pernah dihukum.
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button