SGD 10.000 Dikucurkan Demi Izin Ekspor CPO
ADHYAKSAdigital.com –Persidangan atas perkara korupsi pemberian fasilitas izin ekspor Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya masih berproses di Pengadilan Tindak Korupsi, PN Jakarta Pusat. Ada beberapa fakta yang terungkap dalam persidangan perkara ini.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya menungkap adanya tindak pidana gratifikasi penerimaan sejumlah uang yang diberikan Master Parulian Tumanggor kepada Indrasari Wisnu Wardhana untuk mempermudah proses pemberian izin ekspor CPO.
“Dalam persidangan juga telah terungkap bahwa pada akhir Februari 2022, Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana telah menerima uang sebesar SGD 10.000 di ruang kerjanya dari Terdakwa Master Parulian Tumanggor yang selanjutnya Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana menginstruksikan agar uang tersebut dibagi kepada kepada tim yang memproses persetujuan ekspor,” ungkap Ketut Sumedana, Selasa 1 November 2022.
Dalam perkara tersebut, para Terdakwa secara bersama-sama telah melawan hukum terkait kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 dan diperbaharui dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2022, yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 yang mengatur DMO 20 % untuk persetujuan ekspor (PE) dan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 170 Tahun 2022 yang mengatur DMO 30 % bagi pelaku usaha.
Hal tersebut dilakukan dengan prakarsa terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana dan terdakwa Lin Che Wei untuk mendegradasi (melonggarkan) syarat pemenuhan DMO 20 % yaitu dengan menggunakan sistem pledge atau komitmen DMO 20 % dari eksportir sebagai syarat pemberian persetujuan ekspor yang sifatnya hanya dilaporkan (self assesment) oleh pelaku usaha tanpa verifikasi kebenaran dokumen dan faktual.
Dengan adanya peluang tersebut, maka Terdakwa Master Parulian Tumanggor, terdakwa Stanley MA, dan terdakwa Piere Togar Sitanggang secara aktif mengurus persetujuan ekspor (PE) tanpa memastikan kebenaran materiil dari bukti pemenuhan kewajiban 20 % dan 30 % DMO.
“Sebagai akibat diterbitkannya persetujuan ekspor secara melawan hukum tersebut, para eksportir CPO dan turunannya mementingkan penjualan atau ekspor keluar negeri untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kelangkaan minyak goreng dalam negeri sehingga dapat menimbulkan perekonomian negara,” jelas Ketut Sumedana.
Terdakwa INDRASARI WISNU WARDHANA sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI yang menentukan perusahaan mana saja yang mendapatkan persetujuan ekspor tanpa adanya proses akuntabilitas.
Selain itu, Terdakwa INDRASARI WISNU WARDHANA bersama dengan Terdakwa LIN CHE WEI alias WEIBINANTO HALIMDJATI menggunakan mekanisme pemenuhan komitmen atau pledge tanpa adanya verifikasi akuntabilitas pemenuhannya dalam menerbitkan persetujuan ekspor CPO dan turunannya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI Oke Nurwan tidak pernah dilibatkan dalam pengecekan pemenuhan DMO oleh pelaku usaha.(Felix Sidabutar)