Nasional

Selisih Paham Berujung Pidana

ADHYAKSAdigital.com –Hubungan dalam satu keluarga yang bersaudara kandung kadangkala diwarnai beberapa insiden perselisihan, ketersinggungan dan kecemburuan. Bila tidak mampu mengelola ego, tentunya berujung emosi dan nekat melakukan tindakan yang dapat melukai orang lain.

Di Simalungun, Sumatera Utara, Darwin Aritonang (57), salah seorang warga Tanah Jawa harus berurusan dengan aparat penegak hukum setempat. Apa pasal? Pria beristri ini tidak mampu menahan emosinya kala mendapati informasi kunci pintu rumahnya telah dirusak Mangatas Aritonang, yang juga saudara kandungnya.

Kala itu, Minggu 1 Mei 2022 sekira pukul 23.30, Darwin Aritonang mendatangi Mangatas Aritonang, saudaranya di rumah orang tua mereka di Pematang Tanah Jawa. Mangatas ketika itu terlihat sedang berada di depan rumah orang tua mereka. Mengetahui kedatangan Darwin saudaranya, Mangatas berusaha menghindar dan menuju salah satu warung yang ada di daerah rumah itu.

Darwin kemudian menghampiri Mangatas yang berada di warung dan mengatakan “KENAPA KAU RUSAK KUNCI PINTU RUMAH ITU, KALAU KAU BERANI SEKARANG LAH, AKU SUDAH DATANG”.Diberondong pertanyaan seperti itu, kemudian Mangatas meresponnya dengan mengatakan “BUKAN KAU YANG MENGATUR AKU, MENGADU KAU”.

Mendapati jawaban yang kurang mengenakan di hatinya, Darwin Aritonang seketika itu tersulut emosi, secara spontan mengambil sebuah kursi plastik yang ada di warung, kemudian memukulkan kursi plastik itu ke tubuh Mangatas saudaranya itu. Pertengkaran antara dua orang lelaki bersaudara kandung ini pun terjadi.

Keributan keduanya akhirnya terhenti karena dilerai sejumlah warga yang mengetahui adanya keributan saat itu. Nahas bagi Mangatas Aritonang. Berdasarkan hasil visum, bBeberapa anggota tubuhnya mengalamiluka gores yang diserta memar pada kepala bagian atas sebelah kiri yang diduga akibat trauma benda tumpul.

Tidak terima aksi penganiayaan yang dilakukan saudaranya, Darwin Aritonang terhadap dirinya. Mangatas Aitonang melaporkan saudaranya itu ke aparat hukum setempat Polsek Tanah Jawa. Penyidik Polsek Tanah Jawa antas merespon laporan warganya itu dan memprosesnya dengan menjadikan Darwing Aritonang sebagai tersangka tindak pidana penganiayaan yang diduga melanggar Pasal 351 Ayat 1 KUHPIdana.

Sesuai dengan ketentuan, proses hukum perkara itu bergulir hingga pelimpahan berkas, tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Simalungun di Pematangsiantar. Mendapati pelimpahan berkas perkara dari penyidik Polsek Tanah Jawa, tim jaksa pidana umum Kejari Simalungun dibawah koordinasi Yoyok Adi Syahputra,SH.MH lantas meneliti dan mempelajari berkas tersebut.

“Atas dasar penegakan hukum hati nurani yang di gelorakan institusi Kejaksaan dengan penerapan keadilan restratif, Kejari Simalungun menginisiasi adanya perdamaian antara korban dengan tersangka, mengingat masih terikat hubungan persaudaraan antara korban dan tersangka. Apalagi, tersangka baru pertama sekali melakukan tindak pidana dan berjanji tidak mengulanginya dan semakin bebesar hati untuk selalu rendah hati, sabar dan menjaga tali silaturahmi dalam keluarga dan masyarakat,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Simalungun Bobbi Sandri,SH.MH.

Bobbi Sandri bersama tim jaksa Pidum Kejari Simalungun mengapresiasi kebesaran hati Mangatas yang mau memaafkan aksi penganiayaan yang dilakukan Darwin saudaranya itu terhadap dirinya.”Mangatas ikhlas menerima maaf dari Darwin.Kita apresiasi suasana damai dalam persoalan ini dan mereka bubuhkan tanda tangan dalam surat perdamaian keduanya,” ujar Bobbi Sandri.

Selanjunya, Kejaksaan Negeri Simalungun menetapkan perkara itu dapat dihentikan penuntutannya dan mengusulkannya ke Kepala Kejaksaan Tinggi SumateraUtara Idianto SH.MH untuk mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Pidana Umum DR Fadil Zumhana atas nama Jaksa Agung ST Burhanuddin.

“Berdasarkan gelar perkara Senin 31 Oktober 2022 lalu, usulan kita disetujui pimpinan dan memerintahkan kita untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Perkara ini pun peroleh RJ dan Darwin Aritonang bebas dari ancaman pidana,” terang Kajari Simalungun Bobbi Sandri.

Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum memandang penerapan Restorative Justice (RJ) sebagai salah satu edukasi bagi rakyat agar ke depannya dapat menghindari perilaku-perilaku yang berujung adanya penindakan hukum. RJ diharapkan adanya efek jera dan mampu meminimalisir tindak pidana di tengah kehidupan bermasyarakat.

“Saya menegaskan, pada prinsipnya keadilan sejati adalah bisa diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara. Sementara proses hukum belum tentu bisa mendapatkan suatu keadilan. Maka dari itu, hanya dengan jalan perdamaian tanpa proses hukum, keadilan sejati bisa diwujudkan setelah semua pihak bersepakat tanpa ada yang merasa dirugikan,” tegasnya.

Kejaksaan Agung sebelumnya menerbitkan kebijakan mengenai keadilan restoratif melalui Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.Berdasarkan pada Pasal 2 Perja Nomor 15 tahun 2020, pertimbangan untuk melaksanakan konsep keadilan restorative dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button