Jaksa Agung Paparkan Keadilan Restoratif di Unpar Bandung

ADHYAKSAdigital.com –Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebutkan Keadilan Restoratif merupakan salah satu bentuk penegakan hukum menuju peradilan yang humanis.Kejaksaan RI telah menerbitkan Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 yang mengatur mekanisme penerapan Keadilan Restoratif.
Hal itu disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam paparannya sebagai narasumber kuliah umum yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung secara online zoom meeting, Jumat 7 Oktober 2022.
Burhanuddin menyampaikan apresiasi terhadap penyelenggara Unpar Bandung yang mengangkat thema kuliah umum tentang Keadilan Restoratif Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia pada kuliah umum tersebut.
Rektor Unpar Bandung Mangadar Situmorang menyampaikan terimakasih pihaknya atas kesediaan Jaksa Agung menjadi narasumber pada kuliah umum yang diselenggarakan pihaknya. Mangadar berharap kuliah umum tentang keadilan restoratif yang diangkat dalam thema saat itu mampu menambah keilmuan dan wawasan para mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas Hukum Unpar Bandung.
Senada, Dekan FH Unpar Liona Nanang Supriatna menuturkan thema kuliah umum hari itu agar penerapan RJ benar-benar untuk kepastian hukum dan mengedepankan Hak Asasi Manusia, khususnya bagi korban dalam tindak pidana. “Hukum terus bergerak mengikuti dinamika masyarakat, restorative justice menjadi terobosan untuk mewujudkan keadilan hukum yang memanusiakan manusia, menggunakan hati nurani. Sekaligus melawan stigma negatif yang tumbuh di masyarakat yaitu hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sehingga perkara-perkara yang sifatnya sepele atau ringan dapat diselesaikan di luar pengadilan dan tidak perlu dilimpahkan ke pengadilan,” terang Liona.
Menurutnya, penerapan keadilan restoratif dengan cara memediasi antara korban dan pelaku kejahatan dalam penyelesaian permasalahan memiliki tujuan utama pemulihan kerugian pada korban dan pengembalian pada keadaan semula. “Lebih daripada itu, melalui RJ (restorative justice), stigma negatif atau labeling “orang salah” itu dihapuskan. Ia tidak akan diadili di depan umum dan diberi kesempatan untuk bertaubat. Kalau dalam masa kesempatan itu diberikan, orang itu mengulangi perbuatannya, maka dia siap untuk dipenjara,” jelasnya.
Penyelesaian perkara melalui restorative justice mendapat respon positif dari masyarakat. Hal itu dibuktikan sejak terbitnya Peraturan Kejaksaan (Perja) No. 15 Tahun 2020, penerapan keadilan restoratif di tingkat kejaksaan relatif meningkat dengan banyaknya permintaan penyelesaian perkara di luar pengadilan.
Demikian juga di Kepolisian dengan terbitnya Peraturan Kepolisian (Perpol) No. 8 tahun 2021 tentang syarat, tata cara serta pengawasan, penghentian, penyelidikan dan penyidikan tindak pidana melalui pendekatan keadilan restoratif dengan alasan demi hukum, menjadi solusi untuk mengurangi kapasitas lembaga permasyarakatan (LP).
“Banyak kasus di masyarakat yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara damai. Sehingga masalah-masalah ringan bisa diselesaikan melalui keadilan restoratif dan bisa menjadi solusi untuk mengurangi kepadatan lembaga permasyarakatan (LP),” ujarnya.
Liona turut mengapresiasi langkah kejaksaan dalam menerapkan restorative justice sebagai solusi dalam penyelesaian sejumlah kasus tindak pidana ringan. Ia juga menyampaikan evaluasinya terhadap pelaksanaan RJ. “Pelaksanaan restorative justice yang diterapkan oleh kejaksaan belakangan ini perlu mendapatkan apresiasi,” tegasnya.
Jaksa Agung RI Burhanuddin menegaskan bahwa penegakan hukum yang dilakukan bukan hanya memenuhi nilai kepastian untuk mencapai keadilan, namun juga kemanfaatan dari penerapan hukum itu sendiri untuk mencapai keadilan yang hakiki. Jaksa Agung ingin kehadiran jaksa di tengah masyarakat tidak hanya memberikan kepastian dan keadilan, tetapi juga kemanfaatan hukum.
“Penegakan hukum harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, karena hukum ada untuk menjawab kebutuhan masyarakat, sehingga apabila penegakan hukum dipandang tidak memberikan kemanfaatan bagi masyarakat, maka itu sama dengan hukum telah kehilangan rohnya,” ujar Jaksa Agung Burhanuddin
Menurutnya kebijakan RJ sebagai salah satu alternatif penyelesaian hukum menuai respon masyarakat yang sangat positif. Oleh karena itu dengan pertimbangan kemanfaatan bagi masyarakat. Jaksa Agung menilai bahwa ruang lingkup dan cakupan RJ dirasa perlu diperluas, sehingga kemanfaatan penegakan hukum yang berhati nurani dapat dirasakan oleh masyarakat dalam lingkup yang lebih luas lagi, dan telah memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk membentuk Kampung Restoratif Justice.
(Felix Sidabutar)