Digital Nomad atau Visa B211A di Bali, Berkah atau Ancaman?

ADHYAKSAdigital.com –Indonesia secara resmi menyetujui visa nomaden digital atau digital nomad. Bali salah satu lokasi yang sempurna buat para pengembara digital. Namun, apa ini bakal benar-benar bawa berkah atau sebenarnya jadi ancaman bencana buat Pulau Dewata?
Phoebe Greenacre ke Bali bersama sang suami lebih dari setahun lalu. Perempuan asal Australia ini mencari nafkah secara daring dengan membuat podcast dan video yoga.
“Gaya hidup di sini jauh lebih menakjubkan daripada tinggal di kota. Work-life balance di sini luar biasa,” kata Greenacre, seperti dikutip dari ABC.
Dia dan sang suami memiliki visa tinggal atau Kitas sehingga memungkinkan tinggal lebih lama dibanding visa turis. Kini, dengan visa digital nomad atau visa B211A, pekerja jarak jauh diizinkan kerja secara daring hingga enam bulan tanpa membayar pajak.
Visa B211A diharapkan mampu menarik lebih banyak pekerja lepas dan pekerja jarak jauh mancanegara untuk tinggal di Bali.
Sebenarnya Bali dan segala isinya sudah menjadi magnet dunia internasional. Namun harus diakui, pandemi dan tren digital nomad membuat Bali semakin ‘seksi’. Putu Sudiarta, pengelola ruang kerja bersama Genesis Creative, mengatakan, jumlah kliennya bertambah karena begitu banyak pekerja secara daring.
Sementara Tobi Konopka, manajer properti kelahiran Jerman di Canggu berkata semakin banyak orang Bali menjual tanah dan properti mereka pada pengembang. Sebagian besar dibangun untuk mengakomodasi para pengembara digital.
Pasar vila meledak selama lima hingga tujuh tahun terakhir, terutama selama pandemi. Bisnis vila mampu memperkaya orang Bali dan menguntungkan buat orang asing, sebab harganya ekonomis.
“Vila akan berkisar antara Rp20-35 juta [sebulan], yang setara dengan sekitar US$2,000-3,000,” katanya.
Sekilas, digital nomad membuat Bali tampak begitu hebat. Namun dalam jangka panjang, digital nomad justru bisa jadi bencana.
Salah satu elemen menarik dari Bali adalah alamnya, terutama sawah-sawahnya. Hanya saja, mungkin sawah-sawah itu cuma tinggal kenangan sebab berubah jadi sawah beton.
Konopka mengatakan, berkat pembangunan vila atau penginapan, sawah-sawah di Bali menghilang dengan cepat. “Dua tahun lalu ketika kami pindah, ini hanya sawah. Jika Anda melihat-lihat, sekarang semuanya adalah vila,” kata dia.
Tak hanya sawah, budaya dan spiritualitas Bali juga terancam. I Wayan Suarsana, kepala budaya dan tradisi di banjar desa Canggu, mengaku khawatir Bali akan kehilangan jiwanya.
Dia mengamati masyarakat terlalu terpapar pengaruh asing. Ada kekhawatiran anak-anak bisa terlepas dari budaya yang membesarkan mereka.
“Namun kita harus mengikuti waktu. Kita tidak bisa menyangkal perkembangan ini. Saya perlu memikirkan bagaimana kita dapat mengurangi masalah ini dengan program budaya kita,” imbuhnya.(MT/int/cnn)