7 Perkara Pidana Peroleh Keadilan Restoratif

ADHYAKSAdigital.com –Jaksa Agung Muda Pidana Umum Fadil Zumhana atas nama Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan persetujuan untuk diterbitkannya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan atas 7 (tujuh) perkara pidana yang diajukan beberapa Kejaksaan Negeri dalam gelar perkara secara virtual, Senin 5 September 2022.
“Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 7 Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Persetujuan itu berdasarkan hasil gelar perkara yang disampaikan masing-masing Kepala Kejari pengusul, Senin 5 September 2022,” terang Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam relisnya, Senin (5/9).
Adapun 7 (tujuh) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
1.Tersangka MUHAMMAD ILHAM bin ZEL ZAN SYAH dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
2.Tersangka I PANCA S. SILALAHI dan Tersangka II SIMON AGUNG GIRSANG dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang disangka melanggar Pertama Pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penggelapan.
3.Tersangka ALDI ARIYANTO als ALDI dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4.Tersangka MAYAR MANTIK als MAYA dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5.Tersangka GUNTUR JULIUS LUMINTANG dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
6.Tersangka LEONARDO MONGDONG dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7.Tersangka SAPRIJON PGL AMBO B MARKIS dari Cabang Kejaksaan Negeri Pesisir Selatan di Balai Desa yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan adalah, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
Kemudian, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
“Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” ujar Ketut Sumedana.
(Felix Sidabutar)