Nasional

Penegakan Hukum Humanis, 6 Perkara Peroleh RJ

ADHYAKSAdigital.com –Penegakan hukum humanis Kejaksaan terus digelorakan. Jaksa Agung ST Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum Fadil Zumhana Harahap menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atas 8 (delapan) perkara pidana yang diusulkan beberapa Kejaksaan Negeri, Selasa 23 Agustus 2022.

Bertempat di Aula Gedung JAM Pidum Kejagung, Fadil Zumhana Harahap mengelar paparan perkara pidana yang diajukan Kejaksaan Negeri Metro Lampung, Kejaksaan Negeri Kudus, Kejaksaan Negeri Banjarnegara, Kejaksaan Negeri Rokan Hulu dan Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah.

“Dengan disaksikan Kajati pengusul, masing-masing Kepala Kejaksaan Negeri memaparkan perkara yang diajukan penghentian penuntutannya. Dari hasil pemaparan masing-masing Kajari, JAM Pidum Fadil Zumhanan akhirnya menyetujui pengajuan penghentian penuntutan atas perkara dari mereka,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya.

Adapun 6 (enam) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif:
1.Tersangka KA. ALFANDI MARHAN SYAHPUTRA bin KA. MARIKO ZULFANO dari Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
2.Tersangka RIECKO FEBRY ZAKARIA TUGIYANTO alias RIECKO bin TUGIYANTO dari Kejaksaan Negeri Kudus yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
3.Tersangka TAMBAH bin RISDIATO dari Kejaksaan Negeri Banjarnegara yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
4.Tersangka SUYATNO alias YATNO bin PARYONO dari Kejaksaan Negeri Banjarnegara yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
5.Tersangka ALBERT SIBARANI als PAK DESI dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 jo. Pasal 5 huruf a UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
6.Tersangka MUHAMMAD SUPIANI alias SUPIANI bin MAT ALI dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan; subsidair Pasal 212 KUHP tentang Kekerasan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.Kemudian,tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

Selanjutnta, alasannya adalah ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button