Nasional

UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM Harus Direvisi

ADHYAKSAdigital.com –Urgensi untuk melakukan revisi Undang Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia secara de facto menunjukkan bahwa UU HAM mendesak untuk diperbaharui agar sesuai dengan perkembangan pengaturan HAM yang telah berkembang pesat dalam forum internasional dan munculnya berbagai bentuk pelanggaran HAM yang kian bervariasi di dalam prakteknya.

Sebagai pakar hukum Hak Asasi Manusia dan sekaligus sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, DR iur Liona Nanang Supriatna di daulat memberikan pandangan urgensinya revisi UU No 39 Tahun 1999 tersebut dalam acara Diskusi Pakar Terhadap Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dan Badan Pembinaan Hukum Nasional serta Fakultas Hukum Unpar pada tanggal 10 Agustus 2022 di Kampus Ciumbuleuit 94 Bandung. Hadir juga para Dosen pengajar HAM FH Unpar antara lain, Adrianus Vito Ramon, Dyan Sitanggang dan Anna Anindita.

“Menurut saya terdapat beberapa hal yang penting untuk diubah dan disempurnakan dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan perjanjian internasional tentang HAM yang sudah diratifikasi oleh Indonesia, antara lain: mendesaknya perluasan definisi dan atau pengaturan tentang diskriminasi yang lebih komprehensif, lebih luas jangkauannya guna menjamin kesejahteraan bagi kelompok rentan yang mencakup anak, perempuan, lansia, penyandang disabilitas, pengaturan dan atau jaminan HAM terhadap kehidupan kaum transgender dan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat, termasuk keyakinan dan atau kepercayaan asli masyarakat adat,” ujar Liona dalam keterangan tertulisnya, Jumat 12 Agustus 2022.

Seringkali Masyarakat Hukum Adat tidak mendapatkan pengakuan yang datang justru dari Pemerintah Daerah sementara masyarakat mengakuinya. Pemerintah Pusat harus bertanggung jawab terhadap Pemerintah Daerah yang menolak memberikan pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat yang merupakan cikal bakal adanya bangsa Indonesia. Pengaturan tentang tindakan intoleransi dalam kehidupan sehari-hari, juga harus menjadi prioritas untuk diatur mengingat meningkatnya tindakan intoleransi sangat berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa serta terganggunya penghormatan hak asasi manusia.

Menurut Liona, yang juga President The Best Lawyers Club Indonesia (BLCI), asas-asas dasar penghormatan terhadap hak asasi manusia harus secara tegas dan rinci diatur terlebih adanya ratifikasi perjanjian internasional tentang HAM setelah UU HAM lahir. Penegasan asas-asas dasar HAM ini penting secara eksplisit diatur mengingat dalam prakteknya pelanggaran-pelanggaran terjadi karena asas-asas dasar tidak secara tegas mengaturnya misalnya asas-asas dasar dari kelompok minoritas yang belum sepenuhnya terakomodasi dalam UU HAM.

Kemudian masalah yang disoroti secara tajam adalah Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar. Bahwa setiap warga negara berhak untuk memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing, negara juga tidak bisa melarang aliran atau agama apapun yang diyakini dan berkembang dalam masyarakat Indonesia sepanjang untuk kedamaian lahir bathin dan tidak bertentangan dengan hukum.

Masalah yang paling krusial dalam HAM dan kebebasan dasar adalah munculnya konflik pendirian rumah ibadah sekaligus juga merupakan kontroversi dalam kebebasan beragama. Secara prinsip, kebebasan beragama dan berkeyakinan mencakup hak untuk beribadah.

“Sayangnya, konflik pendirian rumah ibadah masih terjadi hingga saat ini. Salah satu konflik yang terjadi adalah penolakan dan pelarangan pendirian rumah ibadah. Pemerintah harus menjamin tersedianya rumah ibadah bagi rakyatnya dan perijinan bukanlah merupakan suatu kendala bagi kebebasan dasar ini,” tegas pengurus Ikatan Sarjana Katolik ini.

Kemudian kebebasan berpendapat yang seringkali dimaknai secara mutlak mengakibatkan kebebasan berpendapat yang tanpa batas. Perkembangan teknologi yang pesat mengalihkan trend menyampaikan pendapat melalui media tulis ke media sosial. Tanpa pengatarun secara jelas dan tegas, berpotensi menyebabkan pelanggaran HAM pencemaran nama baik, dan merusak kebhinekaan dan pada akhirnya akan mendegradasi pernghormatan Ham.

Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana kaidah hukum internasional khususnya tentang Konvensi Hak Asasi Manusia yang telah diratifikasi oleh negara menjadi bagian dari sistem hukum nasional Indonesia.” Diskusi ini seringkali terbatas pada teori Monisme dan Dualisme yang justru teori ini sudah usang,” ujar Dewan Pakar DPC Vox Point Bandung ini.

Berbagai variasi pendekatan yang berkembang dalam masyarakat internasional seperti: Pertama adoption, yakni perjanjian internasional menjadi bagian dari sistem hukum internasional dengan jalan meratifikasi konvensi internasional dan kemudian diumumkan dalam Lembaran Negara tanpa ada tindakan legislasi lainnya karena sudah dianggap mengikat.

Kedua incorporation, implementasi perjanjian internasional ke dalam sistem hukum nasional tidak cukup hanya mengdopsi saja, namun harus ada tindakan legislasi lainnya misalnya membuat Undang Undang baru dimana substansi atau ketentuan-ketentuannya berasal dari perjanjian internasional tanpa perlu mengulang istilah yang sama dalam perjanjian iternasional. Ketiga, transformation, ketentuan-ketentuan perjanjian internasional tidak perlu diterima secara formal atau diatur dalam sistem hukum nasional seperti adption dan incorporation, namun hukum nasional yang sudah eksis yang mengatur hal sama dengan hukum internasional maka hukum nasional harus diamandemen atau diubah dan diseusaikan substansinya dengan hukum internasional yang sudah diratifikasi.

Keempat, reference, adalah istilah teknis bagaimana hukum internasional menjadi bagian dari hukum nasional dengan cara setiap pembentukan hukum nasional akan selalu merujuk ke dalam sistem hukum internasional,”tutup Liona Nanang Supriatna yang merupakan Alumni Lemhannas RI Angkatan 58 ini. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button