Kejagung Periksa Pejabat PLN Dalam Perkara Dugaan Korupsi Tower
ADHYAKSAdigital.com –Penanganan dugaan korupsi pada proyek Tower Transmisi PT. PLN terus di uber tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung. Terbaru, AR selaku Direktur Regional Sumatera PLN Tahun 2015-2017 dimintai keterangannya dalam perkara korupsi yang merugikan keuangan negara tersebut.
“Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa 1 orang saksi yang terkait dengan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Tower Transmisi Tahun 2016 pada PT PLN (persero),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Senin, 8 Agustus 2022.
Menurut Kapuspenkum, pemeriksaan saksi yang dilakukan kejagung hari ini terkait perkara tindak pidana korupsi tower transmisi PT PLN. “Saksi yang diperiksa yaitu AR selaku Direktur Regional Sumatera PLN Tahun 2015-2017, diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (Persero),” ujar Ketut Sumedana.
Adapun pemeriksaan dilakukan untuk mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti terkait perkara korupsi tersebut. “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Tower Transmisi Tahun 2016 pada PT PLN (Persero),” tutup Kapuspenkum.
Perkara ini berawal ketika PT PLN (persero) pada tahun 2016 memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp. 2.251.592.767.354 (Dua Triliun lebih). Dalam pelaksanaan PT PLN (Persero) dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO), serta 14 Penyedia pengadaan tower pada tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. “Dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (persero), yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara,” terangnya.
Adapun perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan antara lain, dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat. Kemudian, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower, padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.
“PT PLN (persero) dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO, sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO,” ujarnya.
Selanjutnya, PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%. Lalu pada periode November 2017 s/d Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing, yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (persero) melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.
PT PLN (persero) dan Penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi ±10.000 set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai. “Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan addendum,” ujarnya.
Kejagung mengungkapkan bahwa berdasarkan Surat Perintah Penyidikan tersebut, Penyidik telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penggeledahan bertempat di 3 titik lokasi yaitu PT Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milik SH. Dalam kegiatan penggeledahan tersebut, Penyidik memperoleh dokumen dan barang elektronik terkait dugaan tindak pidana dalam pengadaan tower transmisi di PT. PLN (persero).(Felix Sidabutar)