Penegakan Hukum Humanis, Kejari Simalungun Peroleh Apresiasi JAM Pidum
ADHYAKSAdigital.com –Penegakan hukum humanis Kejaksaan Negeri Simalungun dalam penerapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sepanjang Tahun 2021 diapresiasi Jaksa Agung MUda Pidana Umum DR Fadil Zuhmana Harahap SH.MH. Apresiasi yang diberikan berupa piagam penghargaan yang ditandatangani Fadil Zumhana atas nama JAM Pidum Kejaksaan Agung.
Atas piagam penghargaan yang diberikan JAM Pidum Fadil Zumhana kepada pihaknya, Kepala Kejaksaan Negeri Simalungun Bobbi Sandri SH.MH mengaku semakin menggelorakan semangat penegakan hukum humanis bagi seluruh jaksa di jajarannya sehingga mampu menjaga apresiasi tersebut untuk lebih baik ke depannya.
Kajari Simalungun Bobbi Sandri menyebutkan penerapan Restorative Justice dalam penghentian penuntutan perkara-perkara pidana yang dilakukan Kejaksaan diartikan sebagai sikap korps Adhyaksa yang peduli terhadap kehidupan masyarakat, agar terciptanya kebersamaan, solidaritas, saling menghargai, saling memaafkan dan timbulnya toleransi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
“Kejaksaan dalam menerbitkan Surat Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Keadilan Restoratif (RJ) salah satunya melalui pendekatan humanis. Saya boleh mengatakan bahwa keadilan restoratif merupakan salah satu penerapan penegakan hukum menuju peradilan yang humanis,” ujar Kajari Simalungun Bobbi Sandri ketika ditemui di ruangan kerjanya, Kamis 14 Juli 2022.
Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum memandang penerapan RJ sebagai salah satu edukasi bagi rakyat agar ke depannya dapat menghindari perilaku-perilaku yang berujung adanya penindakan hukum.RJ diharapkan adanya efek jera dan mampu meminimalisir tindak pidana di tengah kehidupan bermasyarakat.
“Saya menegaskan, pada prinsipnya keadilan sejati adalah bisa diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara. Sementara proses hukum belum tentu bisa mendapatkan suatu keadilan. Maka dari itu, hanya dengan jalan perdamaian tanpa proses hukum, keadilan sejati bisa diwujudkan setelah semua pihak bersepakat tanpa ada yang merasa dirugikan,” kata Bobbi.
Penegakan hukum humanis Kejari Simalungun dalam penerapan RJ sebut Bobbi mendapat tempat bagi masyarakat pencari keadilan. Bobbi mengaku sangat selektif dalam pengusulan persetujuan RJ kepada pimpinan.”Jangan pulak karena adanya kebijakan RJ, lantas masyarakat yang terlibat tindak pidana serta merta boleh memperoleh SKP2 RJ. Banyak persyaratan dalam pengusulan RJ itu. Saya selalu mewanti-wanti agar jajaran jaksa tidak memanfaat RJ untuk mengambil keuntungan dalam materi. Bila terbukti ada oknum jaksa bermain seperti itu, saya pasti akan menindak dan melaporkannya ke pimpinan untuk diberi sanksi,” tegas Bobbi.
Guna mendekatkan diri dengan masyarakat, Kejaksaan Negeri Simalungun pun menginisiasi pembentukan Rumah Restorative Justice.(Rumah RJ). Rumah restorative justice memudahkan koordinasi dalam penyelesaian perkara di luar peradilan.Juga sebagai rumah tempat konsultasi dan mediasi bagi masyarakat yang berperkara.
Keberadaan rumah restorative justice sangatlah strategis dalam rangka untuk mendamaikan suatu perkara yang sifatnya ringan dalam artian tidak perlu dibawa ke pengadilan. Sehingga, sepanjang masih bisa diselesaikan di luar pengadilan, maka rumah RJ dapat dimanfaatkan untuk membangun komunikasi dan koordinasi bagi seluruh masyarakat dan Aparat Penegak Hukum di Kabupaten Simalungun mendorong agar keadilan restoratif diterapkan. (Felix Sidabutar)