Nasional

Lagi, Fadil Zumhana Setuju 6 Perkara Dihentikan

ADHYAKSAdigital.com –Penegakan hukum humanis Kejaksaan terus digelorakan. Jaksa Agung ST Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum Fadil Zumhana Harahap menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atas 6 (enam) perkara pidana yang diusulkan beberapa Kejaksaan Negeri, Senin 11 Juli 2022.

Bertempat di Aula Gedung JAM Pidum Kejagung, Fadil Zumhana Harahap mengelar paparan perkara pidana yang diajukan Kejaksaan Negeri Kota Tangerang, Kejaksaan Negeri Tebo Jambi, kejaksaan Negeri Minahasa Selatan Sulut, dan Kejaksaan Negeri Majalengka Jabar.

“Dengan disaksikan Kajati Banten, Kajati Jambi, Kajati Sulawesi Utara dan dan Kajati Jawa Barat, masing-masing Kepala Kejaksaan Negeri memaparkan perkara yang diajukan penghentian penuntutannya. Fari hasil pemaparan masing-masing Kajari, JAM Pidum Fadil Zumhanan akhirnya menyetujui pengajuan penghentian penuntutan atas perkara dari mereka,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya.

Adapun 6 (enam) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:

1.Tersangka ROPIAN BIN NARSUDI dari Kejaksaan Negeri Kota Tangerang yang disangka melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP jo Pasal 53 ayat (1) KUHP tentang Percobaan Pencurian.
2.Tersangka RISKI FRANSISKI dari Kejaksaan Negeri Kota Tangerang yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
3.Tersangka RUBIANTO alias ROBIN dari Kejaksaan Negeri Batanghari yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4.Tersangka SYAFRIL als ARIL BIN MAKSUM (Alm) dari Kejaksaan Negeri Tebo yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
5.Tersangka REIN TUMIDA dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6.Tersangka MUHAMMAD HATTA alias TATA BIN J. APANDI dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.Kemudian,tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

Selanjutnta, alasanya adalah ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

Dalam kesempatan itu, JAM-Pidum menyampaikan bahwa dirinya optimis terhadap perubahan-perubahan pola perilaku Jaksa yang semakin baik dan mengedepankan hati nurani. Ketajaman hati nurani harus diasah melalui penanganan perkara yang berkualitas dan didasari oleh ketulusan.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button