Lontarkan Kata-Kata “Jorok”, Mey Bebaskan Hardip Dari Ancaman Pidana
ADHYAKSAdigital.com –Sikap arogan, berlaku kasar bahkan kerap mengumpat dengan kata-kata kotor kerap kita dapati dalam kehidupan bermasyarakat
yang dipertontonkan oleh salah satu oknum warga dalam satu lingkungan warga. Hidup bertetangga satu dengan yang lainnya kadang kala tidaklah harmonis.
Ada saja penyebabnya, sehingga membangun ketersinggungan satu dengan yang lainnya. Imbasnya pasti suasana dalam kehidupan sehari-hari warga kurang kondusif, saling curiga dan sikap cuek. Kebersamaan dalam solidaritas satu lingkungan pun memudar, sehingga kepedulian dalam gotong royong dan saling menghargai pun hilang.
Dengan demikian perlunya dibangun kesadaran bagi masing-masing warga, kebersamaan, solidaritas, toleransi, saling menghargai dan gotong royong harus diterapkan dalam kehidupan di dalam lingkungan mereka. Sikap arogan, sombong, cuek dan pamer harus
perlahan-lahan di hilangkan dalam diri masing-masing warga. Kebersamaan, solidaritas, toleransi, gotong royong dan menjaga keamanan dalam lingkungan warga menjadi prioritas utama.
Di Medan, salah seorang warganya harus berurusan dengan aparat penegak hukum Kepolisian Sektor Medan Baru. Apa pasal? Hardip, pria berumur 48 Tahun warga Jalan Mawar No. 56 Lingkungan IV Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia harus berurusan dengan Polsek Medan Baru karena dilaporkan Mey Diana Sirait,tetangganya yang tidak terima harga diri dan nama baiknya dicemarkan Hardip didepan banyak warga kala itu.
Berawal dari perobohan tembok bangunan di lingkungan mereka, Mey sebelumnya mendapatkan informasi perobohan tembok itu dari Hardip tetangganya. Atas informasi itu Mey menghampiri Jinder di kediamannya, tetangga yang sama bermaksud menanyakan mengapa tembok itu dirobohkan dan kapan dipasang kembali. Sang tetangganya Jinder mengaku sesegera mungkin membangun kembali tembok yang rubuh itu.
Mendapati jawaban seperti itu, Mey Sirait beranjak meninggalkan kediaman Jinder. Ditengah jalan Mey bertemu dengan Hardip, yang juga masih bertalian saudara dengan Jinder. Mengetahui Mey menghampiri rumah Jinder bermaksud menanyakan tembok yang dirubuhkan, Hardip saat itu tidak terima atas aksi Mey yang mendatangi Jinder saudaranya, terlebih sebelumnya Hardiplah yang memberi informasi kepada Mey soal perubuhan tembok itu.
Menuding Mey hendak mengadu domba dirinya dengan Jinder terkait perubuhan tembok, Hardip emosional dan mengumpat sembari mengeluarkan berbagai kata-kata kotor salah satunya sebutan “Lonte” kepada Mey Sirait tetangganya itu. Umpatan kata-kata kotor itu berulangkali keluar dari mulut Hardip, bahkan sampai membuat Mey Diana Sirait malu. Pasalnya saat itu keributan mereka terjadi di tempat umum dan disaksikan beberapa warga lainnya.
Tidak terima atas aksi umpatan kata-kata kotor yang dialamatkan terhadap dirinya sehingga harga dirinya tercoreng dan mempermalukannya di depan umum dan warga lainnya, Mey Diana Sirait lantas mendatangi Polsek Medan Baru dan membuat pengaduan atas tindak pidana yang dilakukan Hardip tetangganya itu.
Menerima adanya laporan dari salah seorang warga di wilayah hukumnya, Polsek Medan Baru lantas memproses laporan itu. Penegakan hukum pun dilakukan penyidik Polsek Medan Baru dengan menetapkan Hardip sebagai tersangka atas tindak pidana pencemaran nama baik terhadap korban Mey Diana Sirait yang dinilai melanggar Pasal 310 subsider Pasal 315 KUHPidana.
Seiring waktu, proses hukum atas perkara Hardip yang disangkakan tindak pidana pencemaran nama baik ini pun bergulir. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, perkara ini pun dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Medan guna proses hukum berkelanjutan. Tim Jaksa Pidana Umum Kejari Medan dibawah koordinasi Kepala Seksi Pidana Umum Faisol SH.MH pun memeriksa dan meneliti berkas perkara ini. Kasi Pidum Faisol lantas menghadap pimpinannya dan melaporkan berkas perkara pencemaran nama baik dengan tersangka Hardip ini.
Penegakan hukum humanis yang telah menjadi budaya Kejaksaan saat ini tertanam dalam diri Teuku Rahmatsyah SH.MH. Tergerak dilandasi hati nurani, Teuku Rahmatsyah, sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Medan berinisiasi memediasi perdamaian antara korban dengan pelaku.
Penegakan hukum humanis Kejari Medan menjadi alasan pihaknya untuk menawarkan perkara itu tidak dilanjutkan penuntutannya ke persidangan. Niatan mulia pihaknya membuahkan hasil. Mey Diana Sirait selaku korban mau menerima permintaan maaf dari Hardip. Mereka bersepakat damai dan membubuhkan tanda tangan diatas materai pernyataan perdamaian dengan disaksikan para saksi.
“15 Juni 2022, mereka berdamai dan sepakat untuk tidak melanjutkan persoalan ini hingga proses hukum lanjutan ke persidangan. Mey bebaskan Hardip dari ancaman pidana. Hardip mengaku berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan untuk lebih sabar dan baik dalam bertegur sapa dengan warga lainnya,” kata Kajari Medan Teuku Rahmatsyah.
Atas terwujudnya perdamaian antara keduanya, Kejari Medan mengusulkan penghentian penuntutan perkara tersebut ke pimpinan melalui Kejati Sumut untuk diteruskan ke Jaksa Agung agar disetujuinya penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang di terbitkan Kejari Medan.
“JAM Pidum DR Fadil Zumhana Harahap SH.MH atas nama Jaksa Agung ST Burhanuddin menyetujui usulan kita. Kita menerbitkan SKP2 Restorative Justice atas perkara pencemaran nama baik dengan tersangka atas nama Hardip. Dengan demikian Hardip bebas dari ancaman pidana. Perkara ini kita hentikan,” jelas Teuku Rahmatsyah.
Pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ini menyebutkan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Felix Sidabutar)