Air Parit Rumah Meluap, Ismail Aniaya Tetangga

ADHYAKSAdigital.com –Emosi sesaat itu kerap tersulut karena harga diri, tersinggung dan marwah keluarga. Imbasnya pastinya memakan korban. Ujung-ujungnya berurusan dengan aparat penegak hukum karena adanya tidak pidana yang terjadi.
Hidup bertetangga dalam satu permukiman warga, insiden selisih paham dan tersinggung kerap kita dapati di tengah kehidupan masyarakat. Hanya saja insiden itu mampu dipahami dan diminimalisir tidak membesar, hidup bertetangga harus rukun, akur dan saling menghormati satu dengan yang lainnya. Dengan demikian terbangun budaya toleransi, solidaritas dan gotong royong ditengah-tengah kehidupan warga.
Ismail Binti Kamaruddin, warga Kampung Umang Mahbengi, Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah harus berurusan dengan aparat penegak hukum setempat. Apa pasal?. Ismail ternyata melakukan aksi pidana penganiayaan terhadap tetangganya yang juga bibinya, Mursida Binti Mahmud, Kamis 14 April 2022 lalu.
Ismail protes kepada Mursida tetangganya, air parit rumah tetangganya itu meluap hingga kedalam rumah Ismail. Aksi protesnya itu pun berujung aksi penganiayaan Ismail kepada Mursida.
Ismail merasa harga dirinya sebagai salah satu warga di perkampungannya tidak digubris Mursida, tetangga sebelah rumahnya tersebut. Mursida hanya memberi respon seadanya, parit itu pastinya akan diperbaiki olehnya dan aparat desa setempat.
Walaupun Ismail dan Mursida masih memiliki hubungan kekeluargaan, Ismail kalap tersulut emosi, terlebih sepupunya Rahma Binti Jumari, anak dari Mursida justru memarahi aksi protes yang dilakukan sepupunya tersebut terhadap ibunya.
Ismail mendatangi bibinya Mursida Binti Mahmud dan memegang bahu kanan Mursida Binti Mahmud dengan menggunakan tangan kirinya dan memukul ke arah bagian belakang telinga serta
leher Mursida berkali-kali dengan menggunakan tangan kirinya.
selanjutnya Ismail semakin kalap dengan memukul dada korban Mursida Binti Mahmud dengan menggunakan tangan kiri,sehingga Mursida Binti Mahmud mengalami nyeri pada payudara sebelah kanan, nyeripada leher bagian belakang, luka lecet dan memar di payudara kanan bagian bawah denganukuran kurang lebih 2 cm x 3 cm, luka lecet dan memar di payudara kanan bagian atas
dengan ukuran kurang lebih 1 cm x 1 cm, luka lecet dan memar di payudara kanan dengan
ukuran kurang lebih 2 cm x 2 cm, memar dibagian telinga kanan, sebagaimana hasil visum
et revertum dari Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon No. 4411.6/53/2022 tanggal 15
April 2022 yang ditandatangani oleh dr. Ultari Marjuwita.
Tak terima aksi penganiayaan yang dilakukan Ismail terhadap dirinya. Mursida Binti Mahmud melaporkan keponakannya itu ke aparat hukum setempat Polres Aceh Tengah. Penyidik Polres Aceh Tengah lantas merespon laporan warganya itu dan memprosesnya dengan menjadikan Ismail sebagai tersangka tindak pidana penganiayaan yang diduga melanggar Pasal 351 Ayat 1 KUHPIdana.
Sesuai dengan ketentuan, proses hukum perkara itu bergulir hingga pelimpahan berkas, tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Aceh Tengah di Takengon. Mendapati pelimpahan berkas perkara dari penyidik Polres Aceh Tengah, tim jaksa pidana umum Kejari Aceh Tengah lantas meneliti dan mempelajari berkas tersebut.
“Atas dasar penegakan hukum hati nurani yang di gelorakan institusi Kejaksaan dengan penerapan keadilan restratif, Kejari Aceh Tengah menginisiasi adanya perdamaian antara korban dengan tersangka, mengingat masih terikat hubungan persaudaraan antara korban dan tersangka. Apalagi, tersangka baru pertama sekali melakukan tindak pidana dan berjanji tidak mengulanginya dan semakin bebesar hati untuk selalu rendah hati, sabar dan menjaga tali silaturahmi dalam keluarga dan masyarakat,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Tengah Yovandi Yazid,SH.MH.
Yovandi bersama tim jaksa Pidum Kejari Aceh Tengah mengapresiasi kebesaran hari Mursida yang mau memaafkan aksi penganiayaan yang dilakukan Ismail keponakannya itu terhadap dirinya.”Mursida ikhlas menerima maaf dari Ismail. Ismail memberikan ganti rugi biaya perobatan. Kita apresiasi suasana damai dalam persoalan ini dan mereka bubuhkan tanda tangan dalam surat perdamaian keduanya,” ujar Yovandi.
Selanjunya, Kejaksaan Negeri Aceh Tengah menetapkan perkara itu dapat dihentikan penuntutannya dan mengusulkannya ke Kejati Aceh untuk mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Pidana Umum DR Fadil Zumhana atas nama Jaksa Agung ST Burhanuddin.
“Berdasarkan gelar perkara Jumat 17 Juni 2022 lalu, usulan kita disetujui pimpinan dan memerintahkan kita untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Perkara ini pun peroleh RJ dan Ismail bebas dari ancaman pidana,” terang Kajari Aceh Tengah Yovandi Yazid.
Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum memandang penerapan Restorative Justice (RJ) sebagai salah satu edukasi bagi rakyat agar ke depannya dapat menghindari perilaku-perilaku yang berujung adanya penindakan hukum.RJ diharapkan adanya efek jera dan mampu meminimalisir tindak pidana di tengah kehidupan bermasyarakat.
“Saya menegaskan, pada prinsipnya keadilan sejati adalah bisa diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara. Sementara proses hukum belum tentu bisa mendapatkan suatu keadilan. Maka dari itu, hanya dengan jalan perdamaian tanpa proses hukum, keadilan sejati bisa diwujudkan setelah semua pihak bersepakat tanpa ada yang merasa dirugikan,” tegasnya.
Kejaksaan Agung sebelumnya menerbitkan kebijakan mengenai keadilan restoratif melalui Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Berdasarkan pada Pasal 2 Perja Nomor 15 tahun 2020, pertimbangan untuk melaksanakan konsep keadilan restorative dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Penuntut Umum berwenang menutup perkara demi kepentingan hukum salah satunya karena alasan telah ada penyelesaian perkara di luar pengadilan/afdoening buiten process, hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e Perja Nomor 15 Tahun 2020.
(Felix Sidabutar)