Nasional

Kejati Aceh Gelorakan Humanisme, 6 Perkara Peroleh RJ

ADHYAKSAdigital.com –Kejaksaan Tinggi dibawah komando Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Bambang Bakhtiar SH.MH berupaya menggelorakan penerapan penegakan hukum humanisme , khususnya penanganan perkara pidana umum di lingkungan Kejaksaan Negeri se Aceh.

Penegakan hukum humanisme berhati nurani kembali direalisasikan pihaknya dengan usulan penghentian penuntutan terhadap 6 (enam) perkara pidana dari Kejaksaan Negeri Aceh Gayo Lues, Kejari Aceh Tengah, Kejari Aceh Utara, Kejri Aceh Singkil dan Kejari Aceh Selatan.

“Jumat 17 Juni 2022, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum DR Fadil Zumhana SH.MH menyetujui usulan Penghentian Penuntutan Enam Kasus Melalui Restorative Justice dari Kejati Aceh.Persetujuan tersebut terlaksana setelah dilakukan gelar perkara secara Video Converence di Kantor Kejaksaan Tinggi Aceh yang dihadiri langsung oleh seluruh Kajari pengusul,” terang Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, SH.MH dalam keterangan tertulisnya, Senin 20 Juni 2022.

Keenam Perkara tersebut berasal dari Lima Kejaksaan Negeri Dalam Daerah Hukum
Kejaksaan Tinggi Aceh Yakni :

1. Kejaksaan Negeri Aceh Tengah, Perkara atas Nama Tersangka ISMAIL Bin KAMARUDDIN
(Alm), yang diduga melanggar Pasal 351 Ayat 1 KUHPidana.
2. Kejaksaan Negeri Aceh Utara, Perkara atas Nama Tersangka M. MUTTAQIN Bin ILYAS
NURDIN, yang diduga melanggar Pasal 310 Ayat (3) UU NO.22 TAHUN 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan,
3. Kejaksaan Negeri Aceh Utara, Perkara atas Nama Tersangka RISKI ARDIAN Bin M. RAMLI,
yang diduga melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana,
4. Kejaksaan Negeri Gayo Lues, Perkara atas Nama Tersangka SURIADI Alias ANDEK Bin Alm.
SUMURADIN, yang diduga melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana,
5. Kejaksaan Negeri Aceh Selatan, Perkara atas Nama Tersangka T. Zairi Bin T. Ariyan yang
diduga melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana,
6. Kejaksaan Negeri Aceh Singkil, Perkara atas Nama Tersangka Usman Arifin Bin Marifin
yang diduga melanggar Pasal 49 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT,

“Bahwa keenam perkara tersebut dapat dilakukan Penghentian penuntutan berdasarkan
Restorative Justice dengan alasan para tersangka baru pertama kalinya melakukan tindak pidana dan ancaman pidana tidak lebih dari lima (5) tahun dan tersangka telah mengakui kesalahannya dan telah pula meminta maaf kepada korban dan korban telah memafkan tersangka dan tidak akan menuntut kembali,” ujar Ali Rasab Lubis.

Kemudian, tambah Lubis, bahwa perdamaian antara para pelaku dan korban diketahui tokoh masyarakat di lingkungannya sebagai upaya penghentian penuntutan karena adanya perdamaian
mendapatkan respon positif demi masyarakat.

Bahwa setelah dilakukan pemaparan tersebut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum
menyetujui untuk menghentikan penuntutan ketiga perkara tersebut dan memerintahkan
kepada ketiga kepala kejaksaan negeri untuk menerbitkan surat ketetapan pengehentian
penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan Restorative sesuai dengan peraturan jaksa agung
Nomor 15 Tahun 2020 dan surat edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 Tanggal 10
Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restorative
sebagai perwujutan kepastian hukum. (Felix Sidabutar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button