Kajati Aceh Minta Dukungan Dari Wali Nanggroe Aceh
ADHYAKSAdigital.com –Momen Lebaran 1443 H benar-benar dimanfaatkan banyak pihak untuk bersilaturahmi.Tak kecuali Kepala Kejaksaan Tinggi Nanggroe Aceh Darussalam, Bambang Bachtiar SH. MH. Sebagai pejabat baru di Kejati Aceh, Bambang Bachtiar road show bersilaturahmi kepada banyak pihak di provinsi ujung Pulau Sumatera ini.
Pelaksana Tugas Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, SH. MH dalam relis yang diterima ADHYAKSAdigital, Kamis malam (12/5) menerangkan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Bambang Bachtiar didampingi para asisten melakukan kunjungan silaturahmi kepada Wali Nanggroe Aceh di Banda Aceh, Kamis 12 Mei 2022. Kedatangan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh disambut oleh Wali Nanggroe Tgk. Malik Mahmud Al Haythar dan Muhammad Raviq selaku Staf Khusus Wali Nanggroe bidang luar negeri dan dibawa masuk ke aula pertemuan Meuligoe Wali Nanggroe Aceh.
Dalam pertemuan tersebut Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Bambang Bachtiar, SH. MH memperkenalkan diri selaku Pejabat yang baru melaksanakan tugas di Aceh dan menjelaskan maksud kedatangan berkunjung ke Wali Nanggroe Aceh untuk bersilaturahmi dan memperkenalkan rombongan dari Kejaksaan Tinggi Aceh.
Adapun pejabat Kejati Aceh yang hadir dalam kunjungan itu antara lain, Asisten Bidang Tindak Pidana Umum yakni Djamaluddin, SH.MH, Asisiten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara yakni. Rahmat Azhar, SH.MH, Asisiten Bidang Intelijen yakni. Mohamad Rohmadi, SH.MH, Asisten Bidang Pembinaan yakni. M.Rizal Sumadiputra, SH.MH.dan Kepala Bagian Tata Usaha yakni Sdr. Rachmadi, SH.
Wali Nanggroe Tgk. Malik Mahmud Al Haythar dan Muhammad Raviq selaku Staf Khusus Wali Nanggroe bidang luar negeri menyambut baik kedatangan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh beserta rombongan dan menjelaskan kondisi Aceh saat sekarang ini setelah menjalani 17 tahun setelah dilakukan perdamaian Indonesia dan GAM.
Wali Nanggroe Tgk. Malik Mahmud Al Haythar dan Muhammad Raviq selaku Staf Khusus Wali Nanggroe bidang luar negeri menjelaskan kondisi saat ini Aceh belum sesuai dengan yang diharapkan dan dicita-citakan baik secara ekonomi maupun secara kemajuan perkembangannya.
” Saat ini ekonomi Aceh masih sangat bergantung dengan daerah lain khususnya daerah tetangga yakni Medan atau Sumatera Utara. Banyak kebutuhan masyarakat Aceh diproduksi di Medan dan dijual di Aceh dan Aceh dijadikan sebagai tempat pemasaran, demikian pula dengan hasil pertanian dari Aceh seperti padi secara ekonomi harganya diatur dan ditentukan dari daerah lain sebab sebelum petani memanen hasil pertaniannya telah terlebih dahulu dijual kepada orang lain yang berasal dari luar daerah Aceh sehingga pada saat panen petani Aceh tidak menikmati hasilnya dan tidak bisa ikut menentukan harga sebab harganya sudah ditentukan oleh pihak lain yang sudah terlebih dahulu membeli hasil pertaniannya,” ujar Wali NAD pada diskusi ringan saat itu.
Ditambahkan, Secara umum Aceh yang memiliki kekayaan dari hasil pertanian dan perikanan belum bisa menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Di dalam kegiatan Pemerintahan dalam hal Pembangunan juga banyak ditemukan hal yang janggal dimana dana Otsus yang diperuntukkan untuk peningkatan kesejahteraan dan pembangunan di Aceh tidak dapat dipergunakan dan dimanfaatkan secara baik agar berguna bagi masyrakat Aceh sehingga dana tersebut dikembalikan lagi ke Pusat padahal masyarakat aceh sangat membutuhkan dana tersebut untuk pembangunan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh.
Selanjutnya pertemuan tersebut juga membicarakan mengenai penegakan hukum di Aceh dimana Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh memberikan pernyataan bahwa Kejaksaan Tinggi Aceh saat ini menerapkan prinsip bukan untuk mencari perkara yang sebanyak-banyaknya dengan memenjarakan orang sebanyak-banyaknya tetapi bagaimana supaya memastikan bahwa di Aceh tidak terjadi permasalahan-permasalahan Hukum.
“Dan apabila permasalahan itu timbul tidak semuanya perkara akan di putus melalui jalur Persidangan dan terhadap perkara-perkara yang sederhana dapat dilakukan melalui Restorative Justice Setelah dilakukan perdamaian di Gampong,” ujar Bambang Bachtiar.
Hal ini sejalan dengan ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang Pokok pemerintahan Aceh ,dimana didalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat telah di atur bilamana terjadi permasalahan hukum di tingkat Gampong,Keuchik Bersama dengan Tuha peut dapat menyelesaikan dan memutus perkara di tingkat Gampong tanpa harus melalui proses persidangan sehingga antara ketentuan yang diberlakukan di dalam Restorative Justice Oleh Kejaksaan seiring dan sejalan dengan ketentuan di dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008.
Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat. dan dalam pertemuan tersebut Kejaksaan secara terbuka akan memberikan bantuan pelayanan Hukum kepada masyarakat bilamana di butuhkan dan dapat dilaksanakan di rumah Restorative Justice yang telah di buat di Gampong Se Aceh,dan apabila Keuchik menemukan kesulitan atau kendala dalam menyelesaikan masalah di Gampong dapat Meminta bantuan pelayanan Hukum kepada Kejaksaan serta ada wacana dilakukan kerja sama antara Wali Nanggroe dengan kejaksaan Tinggi Aceh dalam bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun).
“Pertemuan tersebut berlangsung Secara santai, aman dan lancar dengan mematuhi protokol kesehatan , yang diakhiri dengan Tukar menukar Cenderamata serta foto Bersama,” tutup Ali Rasab Lubis dalam relis terseut. (Felix Sidabutar)