WTP Tutupi Perilaku Korup
ADHYAKSAdigital.com –Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang didamba-dambakan setiap kepala daerah rupanya tidak selalu dapat diraih dengan cara yang bersih dan fair.
Berkaca dari kasus dugaan korupsi Bupati Bogor Ade Yasin, predikat WTP rupanya dapat diperoleh dengan menyogok auditor BPK. Dalam kasus tersebut, Ade dan tiga anak buahnya diduga memberi suap senilai total Rp 1,9 miliar kepada empat auditor BPK agar Pemerintah Kabupaten Bogor memperoleh predikat WTP.
“AY (Ade Yasin) selaku bupati ingin agar Pemkab Bogor dapat predikat WTP tahun 2021 dari BPK Jabar,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di gedung KPK, Kamis (28/4/2022) dini hari.Padahal, kata Firli, auditor BPK sempat menemukan adanya kejanggalan dalam proyek peningkatan jalan Kandang Roda-Pakan Sari. Nilai proyeknya pun cukup besar, yakni Rp 94,6 miliar.
Kasus ini pun membuat publik bertanya-tanya, apakah predikat WTP bagi suatu daerah menjamin kepala daerah setempat merupakan sosok yang bersih? Jawabannya, tidak.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha menyatakan, kasus-kasus korupsi sesungguhnya kerap terjadi di daerah yang mendapat predikat WTP.
Selain Ade, ada sejumlah kepala daerah yang tetap tersandung korupsi meski daerah yang dipimpinnya meraih predikat WTP, sebut saja Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, Bupati Purbalingga Tasdi, dan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.
Egi menjelaskan, dalam pemberian WTP, hal yang ditekankan oleh BPK adalah kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, ataupun laporan keuangan yang sudah sesuai dengan Standar Pelaporan Keuangan Negara
“Jual beli predikat karena itu condong dilakukan untuk menjaga gengsi atau membohongi publik, bahwa institusi yang dipimpinnya bersih dari korupsi. Padahal belum tentu demikian. Jangan sampai publik keliru memahami itu,” kata Egi, Kamis.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengakui, bagi kepala daerah, predikat WTP merupakan hal yang penting agar mereka dipandang sebagai sosok yang baik dan bersih.
“WTP itu positif bagi kepala daerah karena dinilai kinerjanya baik dan bersih dari segi laporan keuangan. Wajar kalau kepala daerah berlomba-lomba pamer WTP dari BPK karena bisa buat jualan politik tentu untuk mendapat simpati rakyat,” kata Adi kepada Kompas.com.
Akan tetapi, senada dengan Egi, ia menilai predikat WTP tak menjamin seorang kepala daerah bersih dari praktik korupsi dan suap. Menurut Adi, kasus dugaan suap Ade Yasin menebalkan kecurigaan publik bahwa predikat WTP dapat diperjualbelikan dengan praktik suap. “Kasus Ade Yasin ini jadi bukti sahih bawah WTP hanya pengakuan formalitas dan sering berbeda dengan realitasnya,” ujar Adi.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar menambahkan, di mata pemilih, predikat WTP juga menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan sebelum memilih kepala daerah. Namun, sekali lagi, predikat WTP bisa saja menipu rakyat karena predikat itu dapat diraih melalui lobi-lobi maupun suap seperti yang terjadi di Bogor.
“Masyarakat tahunya apa yang di atas kertas, bukan pada hal di belakang layar. Di atas kertas WTP, bagi rakyat bahwa bupatinya tak korupsi. Padahal, di belakang layarnya belum tentu,” kata Ujang.
BPK diminta segera berbenah dengan terulangnya kasus korupsi jual beli predikat WTP. Bercermin dari kasus Ade, Egi menilai instrumen pengawasan internal yang dimiliki oleh BPK gagal menjalankan fungsinya.
“Ini menunjukkan BPK tidak pernah serius membenahi instansinya. Padahal BPK adalah salah satu lembaga yang mestinya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi,” ujar Egi.
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun pun meminta BPK untuk menjaga standar prosedur dalam melakukan audit supaya hasilnya tidak bisa diperjualbelikan. “Apa yang menjadi concern kita bersama bahwa WTP itu adalah opini hasil audit dengan rencana, dengan program audit yang memadai, dengan standar prosedur yang tinggi, itu adalah hal yang harus dipertahankan oleh BPK dan tidak bisa diperjualbelikan,” kata Misbakhun
Kendati demikian, politikus Partai Golkar itu meyakini predikat WTP tidak bisa diperjualbelikan karena pemberian predikat itu melalui mekanisme yang baku di BPK. Misbakhun pun berpandangan, kasus dugaan suap yang melibatkan Ade hanyalah satu bagian dari proses penetapan predikat WTP terhadap sebuah daerah. (Max Tamba/Kompas/Com)