Kejaksaan Akan Terapkan RJ Bagi Pengguna Narkoba
ADHYAKSAdigital.com –Kejaksaan Agung memandang perlu adanya penerapan keadilan restoratif bagi pengguna narkoba. Mengingat pengguna narkoba dominan sebagai korban dari penyalahgunaan narkoba dan peredaran narkoba.
Upaya penerapan restorative justice bagi pengguna narkoba itu tengah di sosialisasikan Jaksa Agung Muda Pidana Umum DR Fadil Zumhana SH.MH kepada seluruh Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri, Selasa 28 April 2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya menyebutkan,melalui zoom meeting, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana SH.MH menyampaikan pengarahan tentang Balai Rehabilitasi Perkara Narkotika kepada Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi, Asisten Intelijen, Asisten Tindak Pidana Umum.
Kemudian Para Kepala Seksi (Kasi), Jaksa Fungsional pada Asisten Bidang Tindak Pidana Umum, Para Kepala Kejaksaan Negeri, Para Kasi Tindak Pidana Umum, dan Jaksa Fungsional pada Seksi Tindak Pidana Umum serta Kasi Barang Bukti.
JAM-Pidum menyampaikan pengarahan yang disampaikan pada hari itu sesuai dengan arahan Jaksa Agung RI yang tertuang dalam Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.
Mengawali pengarahannya, JAM-Pidum menyampaikan bahwa jumlah perkara narkotika di seluruh Indonesia setiap tahunnya mencapai 131.421 orang Terpidana dari 272.332 orang Terpidana di seluruh Indonesia sebab penyumbang terbesar kasus di lembaga pemasyarakatan diisi oleh para pelaku penyalahgunaan narkotika. Menurutnya, konsep pemidaan yang diterapkan selama ini berjalan sesuai UU Nomor 35 Tahun 2009 yang penyelesaiannya cenderung banyak dilimpahkan ke proses pengadilan.
“Masih banyak hambatan untuk melakukan proses rehabilitasi para pecandu dan pengguna narkotika dikarenakan masih banyak oknum penegak hukum yang bermain dalam penanganan kasus penyalahgunakan kasus narkotika tersebut. Kurangnya integritas dan profesionalisme para penegak hukum menegaskan istilah hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas dan merupakan sindiran nyata bagi keadilan di negeri ini.” ujar JAM-Pidum.
JAM-Pidum mengatakan sistem peradilan saat ini masih pada pola pikir lama yaitu semangat untuk memenjarakan para pelaku yang sebenarnya belum patut untuk menerima hukuman tersebut. Pelaku penyalahgunaan narkotika adalah salah satu contoh kesalahan penanganan perkaranya dimana seharusnya pelaku tersebut dapat diproses rehabilitasi.
“Kejaksaan mengeluarkan Restorative Justice terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika merupakan bentuk reorientasi dalam kebijakan penanganan kasus tersebut. Kejaksaan akan mendorong optimalisasi proses rehabilitasi dibanding proses pemenjaraan terhadap pelaku,” ujar JAM-Pidum.
Atas dasar hal tersebut, pembentukan balai rehabilitasi merupakan tindakan nyata sebagai sarana menampung para pecandu narkotika di seluruh Indonesia dan dapat menjadi solusi dari persoalan Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia yang cenderung over capacity.
JAM-Pidum menyampaikan penyuluhan terkait regulasi dalam proses rehabilitasi akan disampaikan kepada seluruh Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri di Indonesia sebagai pedoman tata cara melakukan rehabilitasi dalam bentuk video animasi dan buku peraturan yang berlaku.(Felix Sidabutar)