JAM Pidum Setuju 6 Perkara Dapat SKP2 RJ

ADHYAKSAdigital.com –Jaksa Agung Muda Pidana Umum Fadil Zumhana menyetujui 6 (enam) perkara pidana yang diusulkan beberapa Kejaksaan Negeri untuk diterbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
“JAM Pidum Fadil Zumhana memerintahkan masing-masing Kepala Kejaksaan Negeri pengusul segera menerbitkan SKP2 Restorative Justice demi kepastian hukum,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Rabu (20/4).
Sumedana menerangkan, Rabu 20 April 2022, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 6 (enam) dari 9 (sembilan) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Adapun 6 (enam) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut, Tersangka NURBAYA MASANG Alias BAYA dari Kejaksaan Negeri Maluku Barat Daya yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka HUSNI THAMRIN BIN MUHNI dari Kejaksaan Negeri Pesawaran yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Tersangka ERMAWATI Binti M. ALI ISMAIL Dkk dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Lalu, Tersangka LATIF KUNIYO alias PA KUNIYO dari Kejaksaan Negeri Maluku Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.Tersangka ELDO PUJI SAPUTRA ALS ELDO BIN HERI PUJIONO dari Kejaksaan Negeri Purwokerto yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Terakhir, Tersangka DARYANTO, S.T. BIN KASAN dari Kejaksaan Negeri Kebumen yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum, Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Kemudian, Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.”Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” ujar Ketut Sumedana.
JAM-Pidum menyampaikan berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan memiliki kewenangan di dalam menghentikan perkara demi keadilan restoratif sebagaimana dalam UU menjelaskan kewenangan Jaksa dalam melaksanakan diskresi penuntutan (prosecutorial discretionary ataut opportuniteit beginselen.
Hal yang dilakukan dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat memiliki arti penting dalam rangka mengakomodasi perkembangan kebutuhan hukum dan rasa keadilan di masyarakat yang menuntut adanya perubahan paradigma penegakan hukum dari semata-mata mewujudkan keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif.
“Untuk itu, keberhasilan tugas Kejaksaan dalam melaksanakan penuntutan tidak hanya diukur dari banyaknya perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, termasuk juga penyelesaian perkara di luar pengadilan melalui mediasi penal sebagai implementasi dari keadilan restoratif yang menyeimbangkan antara kepastian hukum yang adil dan kemanfaatan,” ujar JAM-Pidum.
(Felix Sidabutar)