JAM Pidum Perintahkan 15 Perkara Dapat RJ
ADHYAKSAdigital.com –Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung DR Fadil Zumhana SH.MH menyetujui usulan penghentian penuntutan yang diajukan beberapa Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri dengan keadilan restoratif.
Selasa 19 April 2022, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 15 (lima belas) dari 16 (enam belas) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Adapun 15 (lima belas) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut, Tersangka AHMAD FAHRIZAL Als RIZAL Bin M. SURA dari Kejaksaan Negeri Banjarmasin yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka RAHMADI Alias ADING Bin RIDUANSYAH dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Penggelapan. Tersangka ADE ROHLIANA SIANTURI ALS ADE dari Kejaksaan Negeri Medan yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka DEVI PRATIWI dari Kejaksaan Negeri Medan yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.Tersangka DIDI SAHPUTRA ALS DIDI dari Kejaksaan Negeri Medan yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka RAJA MUDA FIRDAUS AMRI dari Kejaksaan Negeri Medan yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan. Tersangka PEDRIKO JAMESTA SIPAYUNG dari Kejaksaan Negeri Langkat yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHPidana tentang Pengancaman.
Tersangka YOLANDA A PAKPAHAN dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Pancur Batu yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP subs Pasal 372 KUHP tentang Penipuan/Penggelapan. Tersangka HERU AMANDA Als HERU Bin MARHATIP dari Kejaksaan Negeri Ketapang yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka I TENGKU NAZRI NUR HAPIDIAH ALIAS RIRA BINTI NADRIFIN, Tersangka II NUR WASILAN RIZKIN SELLA BINTI RIDWAN, Tersangka III HOLIPA BINTI H TASILAH, dan Tersangka IV DIVHA ADIA WANDARI ALIAS DIVA BINTI IWAN PURAWE dari Kejaksaan Negeri Pontianak yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka TOMI ALS TONGAY BIN BURHANUDIN dari Kejaksaan Negeri Sambas yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP Jo Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Percobaan Pencurian.
Tersangka ALI SUPRIONO PGL ALI BIN MINO dari Kejaksaan Negeri Pesisir Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Tersangka I DIKA NURRAHMA PGL DIKA BINTI SYAMSUL BAHRI, Tersangka II NURHALIMA TUSA’DIYAH PGL IMAH BINTI SYAMSUL BAHRI, dan Tersangka III NURMASYTURI PGL RIRI BINTI SYAMSUL BAHRI dari Kejaksaan Negeri Pesisir Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka REZA AIRLANGGA dari Kejaksaan Negeri Langkat yang disangka melanggar Pasal 111 UU RI No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 huruf d UU RI No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Terakhir, Tersangka EGENESIUS SUBAN ARAN Als EGI dari Kejaksaan Negeri Flores Timur yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.”JAM Pidum memerintahkan seluruh Kejari pengusul segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Restorative Justice” jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya.
SKP2 RJ itu berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Disebutkan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
“Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” ucap Ketut Sumedana.(Felix Sidabutar)