Nasional

Ustad Yahya, Penyebar Kebaikan Berkostum Badut

ADHYAKSAdigital.com –Ustad Yahya Edward Hendrawan adalah seorang guru ngaji di Kecamatan Pinang, Kota Tagerang. Yahya kerap menggunakan busana badut saat memberikan pelajaran ngajinya kepada murid-murid ngaji.

Yahya mengakui penggunaan busana badut yang dia kenakan saat mengajar adalah untuk menarik minat para murid ngajinya tekun mempelajari ngaji dan ayat-ayat Alquran. Suasana belajar yang penuh kegembiraan dan diselingi humor, yang mengkhaskan sosok badut.

Melansir dari beberapa media, nilai hidup yang tertanam sejak dini dalam diri Yahya Edward Hendrawan membuatnya bertekad untuk menjadi guru mengaji. Pria yang tinggal di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, ini telah menjadi guru mengaji selama 20 tahun.

Yahya ingin hidupnya bermanfaat bagi orang lain. Ini menjadi motivasi Yahya menjadi seorang guru ngaji. “Karena aku pengin setidaknya hidup ini bermanfaat bagi orang lain, buat bekal di akhirat nanti,” tutur pria 39 tahun itu, kepada Kompas.com, Rabu (13/4).

Ketika Yahya masih kecil, orangtuanya selalu menekankan soal pentingnya beribadah. Orangtua Yahya berpesan, jika ada hal yang tak bisa diraih di dunia, setidaknya ada hal yang bisa dicapai di akhirat nantinya. “Orangtua aku petani. Cuma, orangtua aku berpesan, ‘tong gue udah geblek sama agama. Gue pengin lu ngaji’. Orangtua saya bukan, ‘tong lu udah sekolah?’, bukan,” tutur dia. “Tapi, ‘tong lu udah ngaji, udah sembahyang?’. Itu yang utama. ‘Kalau lu enggak dapat di dunia, minimal lu dapet di akhirat tong’,” kata Yahya.

Dia mengakui, orangtuanya tidak sanggup untuk membiayai sekolah hingga ke jenjang yang tinggi. Karena hal itu dan nilai beribadah yang ditanamkan kepada dirinya, Yahya kerap disuruh mengikuti majelis taklim atau pengajian. Dari satu pengajian ke pengajian lain sudah dia tekuni sejak berada di sekolah menengah pertama (SMP).

Yahya muda tidak belajar mengaji di kediamannya, melainkan di tempat guru mengaji. Orangtuanya yang selalu mengantarkan Yahya ke tempatnya belajar mengaji, setelah menunaikan ibadah magrib. “Pokoknya magrib itu sudah enggak boleh kelayaban. Magrib itu harus ada di rumah. Selesai shalat magrib, ngaji,” akuinya. “Itu didikan orangtua saya. Alhamdulillah bisa bermanfaat bagi orangtua saya dan keluarga yang saat ini saya jalankan,” sambung dia.

Tak hanya karena didikan orangtua yang membuat Yahya melanjutkan berdakwah sebagai guru ngaji. Sekitar 2010, Yahya mendapat pesan dari salah satu guru di Panti Asuhan Darussalam, Pinang, tempat dia juga mengajar. Gurunya saat itu berkeinginan membuat Yahya menjadi seorang Abu Nawas modern.

Pada saat yang bersamaan, Yahya terinspirasi oleh Rhoma Irama yang berdakwah melalui musik. Kemudian, Yahya memutuskan untuk berdakwah menggunakan kostum badut. “(Gurunya Yahya bilang) ‘kamu mengajar ngaji menggunakan kostum badut’. Akhirnya ya aku mengikuti saran guru, takzim, aku ikuti,” ungkapnya.

Tak mudah untuk menjadi seorang guru ngaji yang berkostum badut. Cemoohan dari tetangga, masyarakat, bahkan keluarganya ia terima setiap kali mengajar ngaji berkostum badut, berwajah penuh riasan, dan bersosok periang.

Akan tetapi, cemoohan itu tak lantas mengurungkan niat Yahya berdakwah dengan berkostum badut. Gaya seperti itu ia teruskan karena perkembangan zaman. “Saya melihat perkembangan zaman juga, yang mana anak-anak ini kan lebih cenderung kepada gadget. Kedua, bahasanya kan yang Masya Allah luar biasa,” papar Yahya.

“Saya ingin badut ini menjadi figur buat anak-anak, yang mencontohkan, mengajak mereka beradab, beretika yang baik, berakhlak. Setidaknya ada dakwah saya yang saya sisipkan,” imbuh dia. Yahya saat ini mengajar di beberapa tempat yang berbeda. Ia meneruskan berdakwah di kediamannya, di Panti Asuhan Darussalam, dan beberapa tempat lainnya. (Felix Sidabutar/Internet)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button