JAM Pidum Setujui 8 Perkara Pidana Untuk RJ
ADHYAKSAdigital.com –Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung DR Fadil Zumhana menyetujui 8 (delapan) perkara pidana dari beberapa Kejaksaan Negeri untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung DR Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/3) menyebutkan persetujuan penghentian penuntutan itu didasari salah satunya ada perdamaian antara tersangka dengan korban dan baru pertama kali melakukan tindak pidana serta ancaman pidana tidak sampai 5 (lima) tahun.
Adapun 8 (delapan) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:
1. Tersangka HANDY ZAKARIA dari Kejaksaan Negeri Batam yang disangkakan melanggar Pasal 44 Ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
2. Tersangka HAPIDUN alias PIDUN bin HALIMUDDIN dkk dari Kejaksaan Negeri Polewali Mandar yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
3. Tersangka ALI NURJAT bin ALM. ANAN dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara yang disangkakan melanggar Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian;
4. Tersangka DHIO ALIF alias DHIO dari Kejaksaan Negeri Palu yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
5. Tersangka MOH. FIQRI alias FIQRI dari Kejaksaan Negeri Palu yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
6. Tersangka MELAN POLAMOLO alias MELAN dari Kejaksaan Negeri Boalemo yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
7. Tersangka RONALDI MARTHIN alias BADE dari Kejaksaan Negeri Boalemo yang disangkakan melanggar Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan;
8. Tersangka MOHAMMAD THOHA ZUMAIR dari Kejaksaan Negeri Boalemo yang disangkakan melanggar Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, 5 (lima) orang Kepala Kejaksaan Tinggi serta 5 (lima) orang Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat Oharda.
Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif;
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum.
Selain itu, dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terkait apabila ada masyarakat yang ingin mengajukan permohonan Restorative Justice, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum membuka hotline layanan Restorative Justice melalui nomor 0813-9000-2207. (Max Tamba)