ADHYAKSAdigital.com –Profesi jaksa sering diidentikan dengan perkara pidana. Hal ini bisa jadi disebabkan “melekatnya” fungsi Penuntutan oleh jaksa, yang mana fungsi
tersebut berada dalam ranah hukum pidana. Dalam perkara pidana, jaksa bertindak sebagai Penuntut Umum di persidangan, yang bertugas melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Padahal, dengan adanya pembagian bidang dalam Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia , yaitu melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (DATUN), jaksa dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara, pemerintahan (instansi pemerintah pusat/daerah, badan usahan milik
Negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD)), bahkan perorangan
dalam lingkungan selain hukum pidana.
Seorang jaksa yang mewakili negara dan
pemerintahan dalam perkara DATUN biasa disebut Jaksa Pengacara Negara (JPN). Keberadaan dan peran JPN semakin sering diberitakan di media massa.
Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ditentukan bahwa di bidang perdata dan tata usaha negara, “kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah”.
Kejaksaan dalam hal ini dapat menjalankan tugas dan wewenang di bidang perdata dan tata usaha negara sebagai jaksa pengacara negara (JPN) guna menjaga kewibawaan pemerintah.Jaksa Pengacara Negara, yaitu jaksa yang memiliki kuasa khusus. Di mana jaksa ini bertindak untuk dan atas nama negara atau pemerintah dalam kasus atau perkara perdata atau tata usaha negara.
Memilih untuk menggunakan JPN memang lebih menguntungkan. Tidak
seperti jasa pengacara swasta yang membebankan fee (bayaran), jasa JPN tidak dipungut biaya. Kejaksaan Agung bahkan menegaskan bahwa JPN dilarang
menerima suatu imbalan atau fee saat menjalankan tugasnya. Jika terbukti
melanggar, dapat dikenakan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Di samping itu, dimungkinkan jaksa tersebut akan
dijerat korupsi dengan tuduhan menerima gratifikasi.
Secara internal, larangan JPN menerima imbalan atau fee diatur dalam
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 040/A/J.A/12/2010 tentang Standar Operating Prosedur (SOP) Pelaksanaan Tugas, Fungsi, dan Wewenang Perdata dan Tata Usaha Negara.
Tugas JPN meliputi bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayan hukum, penegakan hukum, dan
tindakan hukum lain.Bantuan Hukum adalah tugas JPN dalam perkara perdata maupun tata usaha negara untuk mewakili lembaga negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD, berdasarkan Surat Kuasa Khusus, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat yang dilakukan secara litigasi maupun non litigasi.
Pertimbangan Hukum adalah tugas JPN untuk memberikan pendapat hukum (Legal Opinion/LO) dan/atau pendampingan (Legal Assistance) di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara atas dasar permintaan dari lembaga negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD,
yang pelaksanaannya berdasarkan Surat Perintah JAM DATUN, Kepala Kejaksaan Tinggi (KAJATI), Kepala Kejaksaan Negeri (KAJARI).
Pelayanan Hukum adalah tugas JPN untuk memberikan penjelasan tentang masalah hukum perdata dan tata usaha negara kepada anggota masyarakat yang meminta.Penegakan Hukum adalah tugas JPN untuk mengajukan gugatan atau permohonan kepada pengadilan di bidang perdata sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka memelihara
ketertiban hukum, kepastian hukum dan melindungi kepentingan negara
dan pemerintah serta hak-hak keperdataan masyarakat. Tindakan Hukum Lain adalah tugas JPN untuk bertindak sebagai mediator atau fasilitator dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan.
Penulis adalah seorang Jaksa dan menjabat sebagai Asdatun Kejati Sumut