821 Perkara Dihentikan Penuntutannya Melalui RJ
ADHYAKSAdigital.com –Kejaksaan Agung menyatakan telah merampungkan ratusan penuntutan dalam kasus pidana melaluimekanisme restorative justice atau keadilan restoratif sejak 2020 lalu.Jaksa Agung Muda bidang Pidana Umum Fadil Zumhana mengatakan bahwa mekanisme hukum tersebut
gencar dilakukan usai diterbitkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Restorative justice merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan, dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dengan korban.
“Kejaksaan RI telah menyelesaikan 821 perkara di seluruh Indonesia melalui keadilan restoratif,” kata Fadil dalam keterangan tertulis, Kamis (17/3).
Penghentian kasus tersebut, kata dia, harus dijadikan sebagai sebuah konsep perdamaian melalui musyawarah mufakat sebelum perkaranya masuk ke ranah penegakan hukum. Fadil mengatakan, pihaknya telah menggagas rumah restorative justice di sembilan Kejaksaan Tinggi
untuk dapat menyelesaikan permasalahan di wilayah setempat.
Sembilan lokasi itu, ialah Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Kejaksaan Tinggi Aceh, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, dan Kejaksaan Tinggi Banten.
Sementara, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan bahwa konsep restoratif justice itu membuat para penegak hukum dapat tidak menintikberatkan pemberian sanksi pidana kepada para pelaku kejahatan. “Harus lebih mengutamakan perdamaian dan pemulihan pada keadaan semula, bukan lagi menintikberatkan pada pemberian sanksi pidana berupa perampasan kemerdekaan seseorang,” ucap Burhanuddin.
Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelumnya menerbitkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Aturan tersebut memungkinkan penuntutan kasus pidana yang ringan tak dilanjutkan apabila memenuhi sejumlah persyaratan.
Dalam Pasal 5 aturan itu, disebutkan bahwa perkara dapat dihentikan apabila tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Kemudian, nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah. (Max Tamba)