JAM Pidum Kabulkan RJ Usulan 3 Perkara
ADHYAKSAdigital.com –Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Pidana Umum mengabulkan restorative justice atau keadilan restoratif pada tiga kasus yang diajukan. Sehingga, kasus tersebut berhenti penuntutannya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejari Ketut Sumedana menjelaskan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana melakukan ekspose dan menyetujui tiga dari empat Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dan Para Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat Oharda.
Adapun 3 (tiga) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:
1.Tersangka ARFAN MOLAMAHU dari Kejaksaan Negeri Bolaang Mongondow Utara yang disangkakan
melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan;
2.Tersangka ABDUL ROHIM pgl I’IM bin DEDI PUTRA dari Kejaksaan Negeri Pasaman Barat yang
disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
3.Tersangka RIDWAN BOLANG dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara yang disangkakan melanggar Pasal351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Ada beberapa alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.”Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum; Ancaman
pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya,” katanya.
Fadil Zumhana menyampaikan bahwa kepercayaan masyarakat harus tetap dijaga sehingga kualitas perkara yang diajukan untuk diselesaikan melalui restorative justice tetap sesuai dengan pedoman.”Restorative justice tidak hanya menghentikan perkara semata tetapi juga menggerakan korban dan masyarakat untuk berperan dalam proses menimbulkan harmoni di masyarakat, dan membuat suasana sama seperti sebelum terjadinya tindak pidana. Jadi tidak hanya sekedar menghentikan perkara saja. Putusan SKP2 ini sama dengan putusan pengadilan sehingga kita harus betul-betul meningkatkan kualitas restorative justice,” ujar Fadil.
Selanjutnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan
Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan
Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Keadilan Retoratif. (Max Tamba)