Hukum

Mengeluarkan Siswa, Ombudsman Minta Periksa Kepala SMKN 1 Sidikalang

ADHYAKSAdigital.com | Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sumut dan Inspektorat Provsu diminta segera memanggil dan memeriksa Kepala SMKN 1 Sidikalang, terkait pencoretan nama Grace Anggelina Sianipar sebagai siswi sekolah negeri itu.

Hal ini dikarenakan Grace tidak bayar biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) akibat kesulitan ekonomi keluarganya.

“Kalau hasil pemeriksaan membuktikan informasi itu benar, saya kira Kepala SMKN 1 Sidikalang itu harus diberi sanksi. Dia tidak paham fungsi dan perannya sebagai pimpinan sekolah negeri,” tegas Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar, Senin (24/1/2022).

Menurut Abyadi Siregar, tindakan kepala sekolah itu justru bertentangan dengan target pemerintah, yang sejak lama memprogramkan pemberantasan buta aksara dengan wajib sekolah kepada anak-anak bangsa. Sudah lama pemerintah memprogramkan wajib sekolah. Artinya, agar tidak ada lagi anak anak bangsa yang tidak sekolah.

Karena itulah, lanjut Abyadi, pemerintah mendirikan sekolah sekolah negeri. Tujuannya, agar bisa menampung seluruh anak-anak negeri, termasuk anak anak yang dari keluarga kurang mampu atau miskin.

“Sebetulnya, keberadaan sekolah sekolah negeri itu justru harus menjadi solusi bagi anak anak yang kurang mampu. Karena secara ekonomi, mereka tidak mampu mengakses sekolah swasta karena SPP nya mungkin mahal,” jelas Abyadi.

Abyadi Siregar juga menilai, tindakan pencoretan nama Grace sebagai siswi SMKN 1 Sidikalang karena tidak mampu bayar uang SPP akibat kemiskinannya, juga melanggar Peraturan Pemerintah (PP) No 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.

Memang, lanjut Abyadi, PP 48 ini membolehkan satuan pendidikan (sekolah) melakukan pungutan biaya pendidikan kepada siswa/orangtua. Ini dijelaskan di Pasal 51.

“Akan tetapi, di Pasal 52 dijelaskan bahwa pungutan kepada siswa/orangtua itu harus sesuai aturan. Misalnya, Pasal 52 (e) ditegaskan bahwa peserta didik atau orangtua/walinya yang tidak mampu secara ekonomi, tidak boleh dipungut biaya. Larangan pungutan kepada peserta didik yang miskin ini sangat jelas dan tegas,” tandas Abyadi.

Pada huruf (h) juga ditegaskan, bahwa pungutan SPP tidak boleh dikaitkan dengan persyaratan akademik. Misalnya, tidak boleh ada kebijakan sekolah yang menolak siswa mendaftar karena tidak membayar uang pendaftaran. Pungutan SPP juga tidak boleh dikaitkan dengan penilaian hasil belajar atau kelulusan. “Apalagi sampai mencoret nama siswa seperti di SMKN 1 Sidikalang. Ini tidak boleh terjadi,” tegas Abyadi.

Sehubungan dengan itu, Abyadi berjanji akan mengkomunikasikan masalah ini ke Dinas Pendidikan Provinsi Sumut dan Inspektorat Provinsi Sumut. Kasus ini harus diusut. Apalagi, orang tua Grace sudah tiga kali dipanggil ke sekolah terkait uang sekolah putrinya.

“Ini masalah serius. Karenanya, harus segera diselesaikan. Grace harus kembali ke sekolah. Bila perlu, kepala sekolahnya yang harus keluar dari sekolah. Kepala sekolah ini perlu belajar tentang tatakelola sekolah yang “ramah” pada orang susah,” kata Abyadi Siregar.

Dikeluarkan

Grace Anggelina Br Sianipar, siswi Kelas XI UPW 1 SMKN 2 Sidikalang, dikeluarkan dari sekolahnya hanya gara gara tidak sanggup bayar uang SPP selama enam bulan.

Elfrida br Manurung, ibu Grace mengaku putrinya tidak lagi bersekolah karena dikeluarkan pihak sekolah akibat tidak bisa bayar uang SPP. Padahal, Elfrida mengaku sudah memohon kepada kepala sekolah agar putrinya diberi keringanan bisa bersekolah. ***

sumber: gosumut.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button